Tuesday, February 14, 2012

BBB series

Gue cuma punya waktu empat hari lagi sebelum gua cabut dari Jakarta. Beruntung Indra gerak cepat, tiap tiga jam dia kasih update info ke gue. Dia berusaha mendapatkan akses langsung ke bintang, dan berhasil karena kerjanya selama ini yang dinilai memuaskan oleh rumah produksi. Kemudian dia merencanakan bagaimana agar ketiga cewek terpisah dari yang dua cowok, namun ketiga-tiganya harus berkumpul di satu tempat yang sama.

Ajakan secara profesional dirasa nggak mungkin karena itu pasti harus mengundang yang dua cowok agar tidak mencurigakan. Maka Indra berusaha mendapatkan akses ke HP pribadi mereka dan mengirimkan pesan palsu tentang party khusus cewek yang diadain temen mereka bertiga. Di situ dicantumin pestanya harus dirahasiakan karena akan wild, and no men allowed.

Pesen ini dikirim saat mereka sedang tur promosi film di Bandung. Indra dengan segala cara berusaha membuat ketiga cewek ini exciting untuk datang. Selebihnya mudah, karena mereka secara otomatis akan merahasiakan pesta ini ke semua orang, karena jika bocor mereka pasti dilarang pergi karena jadwal tour yang padat.

Indra yang berhasil merebut kepercayaan mereka diminta menyediakan transportasi. Ini dimanfaatkan untuk memastikan mereka bertiga tidak terpisah, karena gue sudah minta mereka harus ada bertiga, nggak boleh kurang satu orang pun. APV dicarter, secara rahasia, nggak ada pihak manajemenpun yang tahu.

Akhirnya malam yang ditentukan tiba, sehari sebelum keberangkatan gua meninggalkan Indonesia. Sesuai rencana, ketiga cewek itu berpura-pura capek dan akan istirahat di kamar sejak jam 7 malam dan berpesan nggak mau diganggu sampai pagi. Padahal kemudian mereka pergi lewat pintu belakang hotel dibantu Indra. Sebelum pergi, Indra memberikan brownies pada mereka, sudah dicampur dengan bubuk tidur. Dan mereka pergi meninggalkan hotel.

Lhah, Sopir mereka gimana? Kalau nanti kenapa-kenapa? Kalau dia bisa jadi saksi mata? Nggak mungkin, soalnya sopirnya kan gue.

Gue melaju ke arah puncak, tempat yang sudah gue sediain khusus buat malam spesial ini. Sesekali gua ngelirik tiga calon mangsa di belakang, mereka ribut banget, ketawa-ketawa, andai saja they realize what will happen to them...gue senyum.

Sekitar 20 menit sebelum sampai tujuan mobil sudah sepi, obat tidurnya sudah bekerja, gue tancap gas lebih kenceng. Sudah nggak nahan.

Akhirnya kami sampai di tujuan, villa punya keluarga gue. Maksudnya salah satu villa punya keluarga gua, agak kurang terawat soalnya keluarga gua paling males ke sini, tempatnya terpencil, nggak ada villa lain di sebelah-sebelahnya. Sepi. Tapi untuk kasus-kasus khusus seperti yang gua alami sekarang ini, menguntungkan.

Gua masukin mobil ke garasi, terus gua buka pintu masuk. Gue balik ke mobil, buka pintu geser di bagian samping, di situ gua lihat mereka –ketiganya dengan jaket dan jeans- tertidur pulas. Shit!! Manis banget mereka!!

Paling deket dengan pintu mobil dan tempat gua berdiri, Ayushita, with her weird haircut ala astroboy di bagian kening. Dia pakai jaket adidas merah dan jeans hipster biru dongker. Di sebelahnya ada Bella dengan sweater abu-abu juga dengan jeans hipster namun berwarna lebih cerah. Terakhir paling ujung ada Chelsea dengan jaket tudung warna biru, bagian bawah celana jeansnya dilipat hingga terlihat betisnya yang putih mulus.

Gue angkat Ayushita, gua bopong dia pelan-pelan masuk ke villa, ke kamar yang udah gua siapin. Di sana dia gue dudukkan ke kursi khusus, bagian bawahnya dipaku dengan lantai jadi nggak bisa geser-geser. Terus tangannya iket ke belakang punggung sementara kakinya juga gua iket ke kaki kursi.

Selesai dengan persiapan hidangan pertama gua kembali ke mobil buat ngambil Bella dan gua iket juga dia dengan posisi persis sama di sebelah Ayushita.

Terakhir Chelsea, waktu gua ke mobil ngeliat ada tempat agak lapang setelah dua cewek sebelumnya udah gua ambil dan juga ngeliat Chelsea yang manis banget, gue jadi ngiler. Gue masuk ke mobil dan ngecumbu dia. Gua cium-cium wajah and lehernya, gue jilat-jilat kupingnya, sambil gue grepe-grepe dadanya yang masih belum jadi. Yeah, who cares with no big tits if she already has cute face. Adek gue ngaceng, tapi gua nahan diri dulu, gue angkat dia masuk kamar dan gua posisiin sama kayak dua cewek sebelumnya.

Persiapan udah selesai, gw capek pergi ke dapur dulu ambil air terus duduk di ranjang kamar depan mereka yang masih pulas. Berat juga angkat tiga cewek, keringetan gue. Sambil minum, pandangan gua nggak lepas dari mereka. Gileee...what a night I’ll spend with them!! This is my obsession, dan bentar lagi akan jadi kenyataan.

***
Bella yang pertama kali sadar. Matanya sedikit membuka, dan menutup lagi terkejut dengan sensasi cahaya lampu. Gua pindah dari ranjang di depan mereka ke sofa di belakang mereka.

Bella sudah sadar sepenuhnya dan dia kebingungan karena tidak mengenali tempat. Dengan suaranya yang serak seksi ia berseru lirih,

“Ayu..Chel..bangun, kita di mana?”

Chelsea sadar, diikuti Ayushita beberapa saat kemudian. “Di mana nih”

“Gue nggak tahu.”

“Kok kita diiket sih?”

Mereka bertiga sadar dengan posisinya yang diiket di kursi. Gua masih ngamatin dari belakang.

“Ini dimana?” Bella masih bertanya hal yang sama. Mereka bertiga mulai memerika sekeliling kamar. Mereka melihat di depan mereka ada ranjang, jam dinding tergantung di salah satu sisi, di beberapa sudut terpasang kamera yang menyorot ke arah mereka. Mereka tidak melihat pintu yang menghubungkan keluar, mereka berusaha mencarinya di arah belakang, namun mereka tidak bisa menoleh sempura karena kondisi tangan terikat menghalangi pergerakan leher mereka.

Guer berdiri dan berjalan pelan, suara tapak kaki sengaja gue perjelas supaya mereka menyadari kehadiran gue. Gua ambil kursi lipat dan menyeretnya ke depan mereka, dan duduk di situ. Sekarang gue duduk berhadapan dengan mereka.

“Selamat malam, nona-nona.”

Ayushita cepat merespon, “Kamu siapa? Ini di mana?”

“Anda agresif sekali, nona. Kalian boleh panggil saya Dodot, bukan nama sebenarnya tentu saja, dan kalian sedang berada markas saya.”

Ayushita: “Kenapa kita ada di sini? Kenapa kita diikat?” Pertanyaannya terus memburu, menantang.

“Good question, tapi sebetulnya pertanyaan itu bisa dijawab jika anda menanyakan satu pertanyaan yang lebih penting sebelumnya.”

Emosi Ayushita meninggi. Chelsea di sisi yang lain hening dengan mulut tak mau menutup. Sementara Bella di sebelahnya mulai terisak, sepertinya dia sudah mengerti kemungkinan terburuk yang akan menimpanya, terbata-bata ia berkata “Mau ka-ka-mu apa?”

“Pintar! Itulah pertanyaan pentingnya? Tapi tidak ada asyiknya kalau saya langsung menjawabnya sendiri. Sekarang, bisakah anda menebak apa yang saya inginkan sekarang?”

“Uang, kan! Kamu menculik kami untuk meminta tebusan.” Ayushita membentak sinis.

Gue terbahak-bahak, Bella makin terisak, Chelsea masih diam wajahnya tegang. “Uang? Jawaban yang salah. Saya tidak butuh uang. Dengar, bahkan production house kalian yang payah itu bisa saya beli sekarang juga.”

“Lantas untuk apa?!” Ayushita masih yang terkuat untuk berani menatap mata gue dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan interogatif. Gue mencoba tetap sabar.

“Di sini saya yang melontarkan pertanyaan, bukan anda. Jadi, untuk apa, jika bukan karena uang, saya berbaik hati mengajak anda bertiga ke markas saya malam ini?”

Ayushita: “Kamu brengsek!”, wajahnya marah. Gue kagum dengan cewek ini, berani banget.

“Salah. ‘Brengsek’ tidak membuat saya harus mengundang kalian bertiga kemari. Ada sesuatu yang lebih-katakanlah-konkrit. Chelsea, anda mau membantu teman anda ini menjawab pertanyaan saya?” Chelsea tidak bersuara, ia berusaha keras untuk mengeluarkan sepatah kata, namun tak berhasil. Ketegangan menyelimuti wajahnya.

“Bella, bagaimana dengan Anda?”

“Ja-jangan, Mas, tolong, biarkan kami pergi. Kami nggak akan lapor siapapun, kami janji, Mas.” Dia memohon sambil sesenggukan, sepertinya bayangan mau gue perkosa udah menghantuinya sejak tadi. Dan tangisannya itu malah bikin gua tambah terangsang. Gue sentuh pipinya yang sembab itu, dia menghindar.

“Heh, brengsek. Jangan ganggu temen gue!” tandas Ayushita

Kesabaran gue habis, satu tamparan telak mengenai pipinya. Chelsea menjerit tertahan, Bella menangis lebih keras. Setelah itu rambutnya gua jambak sehingga wajahnya tengadah ke arah gua.

“Pertama, berhenti sebut saya brengsek! Panggil saya Dodot. Kedua jangan ganggu saya ketika sedang berbicara dengan orang lain! Mengerti?”

Dia meludah di muka gue. Anjrit! Gua kasih tamparan lagi, kali ini lebih keras. Sepertinya tamparan kedua cukup ngefek, sudut matanya mulai berlinang. Bikin adek gua tambah ngaceng. Tadinya gua berpikir untuk nggarap Bella duluan karena dia yang paling menarik perhatian gue, tapi sepertinya gua berubah pikiran. Si pemberani berambut aneh ini harus dihancurin duluan mentalnya biar nggak belagu. Let’s see seberapa lama dia bisa bertahan.

“Baiklah...” Gue duduk di pangkuan Ayushita, wajah kami berhadapan. Dia berjengit menahan sakit karena pahanya gue timpa. “Saya lihat anda yang paling bersemangat ingin tahu apa yang saya inginkan, saya akan mencontohkannya pada anda. Sehingga teman-teman anda, dan anda sendiri, tahu apa yang sebenarnya saya....

inginkan....”

Tangan gue bergerak ke tali yang mengikat tangan Ayushita di belakang dan mengendurkannya. Begitu merasa sedikit leluasa, tangannya langsung melesat hendak membalas tamparan gue tadi. Tapi gua sudah menduganya, tamparan itu bisa sigap gue tangkap.

Dengan beberapa gerakan yang cepat gue buka resleting jaket adidasnya, dan dengan paksaan gua lepas jaket itu dari lengannya yang terus meonta-ronta. Gue denger jeritan Bella dan Chelsea di sebelah, tapi gua nggak perhatiin mereka, perhatian gua sedang fokus dengan makhluk manis di depan yang sedang gua giring menuju kehancuran.

Di balik jaketnya Ayushita memakai t-shirt ketat warna pink. Dia berusaha keras mencegah gue menanggalkan kaosnya itu tapi percuma. Tangannya yang mungil tak kuasa menahan lengan gua yang kekar. Gue tarik paksa kaosnya ke atas sampai copot, dan sekarang tinggalah bra warna coklat menempel di dadanya yang mulus. Kedua tangannya cepat-cepat menutupi dada. Dia kelihatan sekuat tenaga untuk tegar menahan air mata.

Gue berdiri dari pangkuannya, “Well, nona Ayushita ternyata pemalu. Apa karena ini pertama kalinya dia telanjang di depan orang lain? Ayolah, diangkat tangannya, tunjukkan pada teman-temanmu ini juga.”

Ayushita diam tertunduk, bola matanya benar-benar sudah basah.

“Saya hitung sampai tiga. Satu...”

Badannya bergetar, emosi di dalamnya sudah hampir meledak.

“Dua...”

Kepalanya terangkat, ternyata nyalinya masih ada untuk menatap gue. Fiuh, ngeliat matanya, I think she really want to kill me right now.

“Tiga..baiklah, tampaknya anda perlu sedikit bantuan.” Gue ambil tali yang tadi mengikat tangannya, terus gua tarik paksa tangannya ke belakang, dan gua iket lagi, tapi kali ini gue iket di senderan kursi yang atas, jadi posisi tangan di belakang tengkuk. Posisi yang membangkitkan libido gua, dari dulu gue suka dengan ketiak perempuan yang seksi.

“Nah, begini lebih bagus, betul begitu, teman-teman? Hey, kalian berdua perhatikan baik-baik!”

Bella dan Chelsea yang tadinya enggan liat jadi ketakutan, terpaksa menonton Ayushita yang hanya sudah setengah telanjang.

“Tapi gaya anda sekarang tidak cocok dengan jeans yang anda pakai, jadi lebih baik dilepas.” Gue sekarang melorotin celananya dan di balik jeans itu ada CD yang sewarna dengan branya. Gue sempat tertegun ngeliat pahanya yang mulus banget, tapi gua kembali tenang, permainan masih akan lama.

“Nona Ayushita..” Gue meraba-raba perutnya, pinggang, sampai kemudian paha. “Anda tidak keberatan bukan kalau saya ingin menyapa sesuatu yang ada di balik celana dalam Anda?”. Tangan gue berhenti di selangkangannya. Telunjuk gue sudah sampai di tepi CD...
“Jangan!” Tiba-tiba suara dari cewek yang lain ngagetin gua

Gue kaget, menoleh ke samping. Chelsea akhirnya bisa bersuara.

Gue berhenti bermain-main dengan Ayushita dan menatap Chelsea lekat-lekat. Gue berdiri berjalan ke arahnya, gua seret kursi lipat dan duduk tepat di depannya.
“Chelsea Olivia, nama yang indah sekali, berapa usia anda?”
“ 16 tahun.”

“Muda dan berani. Kalau boleh saya tahu mengapa anda menyuruh saya berhenti?”

“Tolong jangan lakukan.” suaranya gemetar.

Gue pelototin wajahnya yang cantik. Dia berusaha menghindari kontak mata dengan gue.

“Baiklah kalau itu keinginan anda. Tapi setiap hal tentu ada syaratnya.”

“A-apa syaratnya?”

“Anda yang menggantikan posisi saya tadi. Kerjakan semua perintah saya. Jangan membantah. Kalau tidak...”

Chelsea cemas menantikan gue menyelesaikan kalimat...
“Kalau tidak, anda saya yang ikat ke ranjang di depan itu dan lihat apa yang bisa saya perbuat pada anda.”

Dia tersirap.

“Setuju?”
Dia mengangguk pelan. “Gadis pintar.” Gue lepas semua ikatan di tangan dan kakinya. “Ingat, jangan membantah, jangan melawan, jangan berbuat yang macam-macam, kamu sudah tahu konsekuensinya.” tegas gue lagi.

Tangan dan kakinya sudah bisa bergerak bebas, dia gue suruh berdiri.

“Sebelumnya buka dulu jaket anda.” Ia menurut, di balik jaketnya ia memakai kaos Goofey putih. Melihat betisnya yang mulus gue pun belum puas dengan itu.

“Lepas juga celana jeans anda!”

Dia ragu, “Tapi..”

“Jangan membantah!”
Dia menurut, dilepasnya celana jeans itu dan terlihat CD warna oranye. Gue hampir jantungan ngeliat pahanya.

Setelah itu gua ambil laptop dari meja, gua setel bokep lesbian. “Nona chelsea, lihat ini baik-baik.” Dia nurut. Dia gue suruh nonton film berdurasi 12 menit itu. Sambil nonton, gue jelasin ke anak kecil ini tentang orgasme pada perempuan, gimana caranya, and tanda-tandanya.

Kelar training kilat gue seret dia ke depan Ayushita. “Sekarang, saya ingin anda membuat teman anda ini senang. Anda harus membuatnya orgasme.”
Chelsea kebingungan, nggak tahu mesti ngapain, Gue bilang dengan nada mengancam “Saya tidak bisa menunggu lama, lakukan sekarang juga!”. Akhirnya Chelsea nurut, dia mulai meraba-raba tubuhnya Ayushita.

“Chel, jangan, Chel, plis.” Ayushita memohon, tapi Chelsea lebih takut ancaman gue, dan dia langsung membungkam temennya itu dengan ciuman yang dahsyat. Ajegile, gue kaget, ternyata anak kecil ini cepet banget belajarnya.

Kemudian tangan kirinya nyelip ke balik CD temennya itu untuk melakukan pekerjaan utama, sementara tangan kanannya sibuk melepas tali bra. Langsung dengan telunjuk dan jari tengahnya yang mungil dikelitiknya klitoris Ayushita, tangan kanan sudah meremas-remas payudara Ayushita yang kini tak lagi tertutupi sehelai benang pun.

“Aakh..Chel, stop, uggh, uumm.” Tubuh Ayushita menggelinjang hebat. Dasar perawan, dirangsang dikit aja udah kejang-kejang. Yah, gue memang butuh dia diwarming-up dulu biar enak gua pakainya nanti.

Gue geser kursi di depan Bella yang wajahnya tampak lemes banget, dari tadi nangis. Hidungnya memerah. Gua bilang ke Chelsea yang masih sibuk melakukan tugasnya.
“Nona Chelsea, terus lakukan perintah saya, saya ada urusan sedikit dengan Nona Bella.”

Bella tercekat mendengar namanya disebut.

“Nona Bella, pasti anda sudah sering mendengar ini dari mulut seribu laki-laki, tapi saya tetap harus mengatakannya. Anda sangat cantik, terutama bibir seksi anda. Kecantikan itulah yang sebenarnya saya kagumi.”
Dia makin ketakutan.

“Dan saya adalah orang yang selalu menginginkan apa yang saya kagumi...” Gue berdiri ngelepas ikatan tangannya. Terus gue kembali duduk menghadapnya. Gue copot celana panjang gue, sebelumnya gua sengaja nggak pake celana dalem, biar cepet. Jadi dia bisa langsung lihat kontol gua yang lagi ngaceng.

Chelsea mendadak berhenti untuk ngeliat punya gue, tapi langsung gua ingetin, “Tidak ada yang menyuruh anda berhenti! Lanjutkan”. Dia nurut. Sementara Ayushita sudah nggak bisa fokus lagi, dia sedang menuju puncak kenikmatan, matanya merem-melek, sambil melenguh..”eeuuhh...aaaahhh... aaah”.

“Sekarang, Bella, saya ingin anda, dengan tangan, dan bibir yang seksi itu, rasakanlah adik saya ini.”

Bella menggeleng kenceng. Sepertinya dalam hati dia jijik, geli, bercampur takjub dengan barang gua yang ukurannya lumayan ini.

“Hah! Jangan berlagak! Saya tahu kehidupan anda. Siapa teman-teman anda, juga hobi anda clubbing. Saya yakin anda sudah paham maksud saya. Jika anda menolak, saya tidak bisa mencegah adik saya ini sendiri yang aktif mencari sesuatu yang lain dari anda...untuk dimasuki.”
Bella diem, menggigiti bibirnya.

“Saya berbaik hati memberi anda kesempatan. Tolong hargai.” Gue sodorkan kontol gua ke hadapannya.

Pelan-pelan dia genggam kontol gua pakai tangan kanan, terus kepalanya maju, dan anu gua langsung dikenyot. Lagi, lagi, terus. Gila, enak banget, ketahuan kalau dia udah sering main beginian bareng pacarnya.
Giliran gua yang sekarang merem-melek..

”Aaaakhh....anda sudah sering melakukan dengan pacar anda ya? Ummgghh..Besar punya siapa? Punya saya atau pacar anda? Hahahaha.” Gue ketawa ngeledek, gue belai rambutnya yang lurus, dan gue usep-usep pipinya yang basah bekas nangis tadi.

Sementara Chelsea sekarang melumat putingnya Ayushita. Tampaknya sekarang Ayushita sudah pasrah dalam kenikmatan. Keringat mengalir deras di sekujur tubuhnya.

Penis gue sekarang licin kena air liur, Bella jago banget melakukan variasi, bentar dia ngocok, bentar dia ngulum lagi. And gua mesti ngingetin lagi gimana bibirnya yang seksi itu sekarang menclok di kontol gue. Hmmmm....beruntung banget nih cowoknya sering dapet servis kayak gini. Gua tinggal pasrah aja sambil nikmatin pemandangan Ayushita mendaki klimaks.

Ayushita: “Aaahh..aahhhh, euuhh..” badannya meronta kesana-kemari

Gue: “Ufff...yeesss, terus Bella...yesss...aaarrghh”

Chelsea udah dapet G-spotnya Ayushita, yaitu di samping perut, agak ke atas deket ketiak, dia cium bagian itu sementara tangan satunya masih terus bergerak di klitoris. And Ayushita sudah semakin tidak kuat lagi membendung serangan. Sementara gue yang dari awal kurang persiapan alias pasrah dengan BJ-nya Bella juga jadi nggak kuat nahan klimaks.

Ayushita: “Aaaaaaahhhhhhhhh!!!” badannya bergetar hebat.

Gue: “Ufffff.....” Crotttt, gue muncrat di wajahnya Bella, dia memekik, menjauhkan mukanya dari gua. Gue jambak rambutnya.

“Selesaikan tugas anda!” Gua paksa dia ngejilat sisa-sisa mani di ujung penis. Yuhu...Gue lihat Ayushita lemas, Chelsea kebingungan dengan cairan yang keluar dari vagina temannya yang sekarang membasahi telapak tangannya.
Gue geser kursi gua sedikit ke belakang, “Kemari Chelsea!” Gua suruh Chelsea mendekat, dan gua suruh dia duduk di pangkuan gua.

“Anda telah bekerja dengan baik.” Gue peluk dia dari belakang, dia nggak ngasih perlawanan.

“Sekarang anda bisa tahu apa yang saya inginkan dari kalian, bukan?”
Chelsea nggak jawab, diem. Gue cium tengkuk sampai ke kupingnya, terus gua bilang ke deket telinga.

“Bilang saja, tidak apa-apa. Apa yang saya inginkan dari kalian?”

Dia jawab gemetar, “Ka-kamu mau pe-r-kosa kami?”

“Anda memang pintar.”

Dia memohon, “Jangan lakukan ini, saya mohon, lepaskan kami...”

“Jangan takut, manis, saya tidak akan melakukannya padamu. Anda sudah tidak macam-macam selama ini, dan mematuhi perintah saya. Tapi saya mau anda melakukan beberapa keinginan saya, kalau anda menolak mungkin saya bisa berubah pikiran.”

“Ap..apa?” dia tergagap.

“Pertama, suruh teman di depan kita ini untuk melepas sweater, kaos, dan celana jeans-nya.” perintah gue sambil menunjuk Bella.

Chelsea mengikuti perintah gue, “Bell, buka sweater, kaos, sama celana loe, Bell, plis.”

Bella ragu, namun akhirnya menurut. Dia berpikir Chelsea yang selama ini patuh diperlakukan dengan baik oleh gua, dan mungkin dia bisa bernasib sama. Dia copot sweaternya, di balik sweater itu dia pakai tanktop hijau cerah. Lantas dia pelorotin celana jeansnya, dia nggak bisa bener-bener copot karena kakinya masih gue iket di kursi.

“Kaos loe juga, Bell.”

“Gue nggak mau. Loe juga masih pakai kaos loe.”

Gue angkat suara lagi, “Kenapa, Chelsea?”

“Dia nggak mau buka kaosnya karena saya juga masih pakai kaos saya.”

“Kalau begitu kenapa tidak anda turuti saja permintaanya?” Gue angkat kaus goofey Chelsea ke atas, pertama dia menolak, namun akhirnya dia menyerah. Sekarang dia hanya memakai underwear oranye. Dongkrak gua naik lagi mengagetkan Chelsea yang sedang gua pangku.

Bella akhirnya juga membuka tanktopnya. Underwearnya warna putih. Dongkrak gue naik makin tinggi, Chelsea makin nggak nyaman di pangkuan gue, tapi tangan gue tetep peluk dia kenceng.

“Sekarang, kamu mau lepaskan saya,kan?” Chelsea bertanya ke gue.

“Tentu saja belum.”

“Tapi kamu tadi sudah janji” Ia mengiba.

“Tenang, Nona Chelsea, anda tidak akan saya perkosa. Hanya ada satu hal lagi yang harus anda kerjakan untuk saya..”
Chelsea menunggu gua nerusin kalimat...

“Pilih satu dari dua teman kita di depan ini, untuk memuaskan saya, di ranjang di depan itu..”

“S-s-saya nggak bisa...”

“Oh, jadi kamu lebih suka menemani saya di sana” Tangan gue mulai main-main di pahanya.

“Jangan!” Dia menjawab ketakutan
.
“Kalau begitu pilih sekarang!”Chelsea panik sekarang, karena gua paksa mengambil keputusan yang berat. Kalo nolak, dia yang jadi korban, tapi bila keputusan diambil, temannya yang harus menanggung akibatnya. Bella menggeleng-gelengkan kepala ke arah Chelsea, mengiba, jangan dia yang dipilih. Sementara Ayushita memandanginya marah.

“Pengecut loe! Masa loe nggak berani lawan dia? Masa loe nurut aja sama dia? Manja banget sih loe?!” Ayushita memakinya. Luar biasa betul cewek satu ini.
Wajah Chelsea memerah, matanya berlinang, dia terkejut dengan makian itu, dan itu betul-betul menyinggung perasaanya. Langsung aja dia nunjukin korban untuk gue.

“Dia” tunjuknya ke arah Ayushita.

Ayushita menatapnya tak percaya, nafasnya tersengal-sengal.

Gue ajak Chelsea berdiri dan iket dia di kursinya semula. Sesudah itu gue ke Ayushita buat ngelepas ikatan di tangan dan kakinya. “Pertama, saya sudah capek dengan omongan anda yang tidak sopan sejak pertama kali datang kemari.”

“Kedua, anda memaki Nona Chelsea yang dari tadi sudah menunjukkan sikap yang jauh lebih baik dari anda. Dan anda sama sekali tidak menghargainya.”

“Anda memang harus dihukum, dengan keras!.” Tangan dan kakinya sudah gue lepas, dia berusaha nyerang gua tapi sia-sia karena gue udah antisipasi, gue tekuk tangannya ke belakang. Gue lempar badannya ke kasur, dan langsung gue tindih, dia nggak bisa gerak, hanya tangannya terus memberontak.

Gue tampar pipinya. Gue denger dua cewek yang lain berteriak minta tolong. Mereka masih belum belajar juga kalau semua itu sia-sia.

Ayushita coba mendorong gue ke atas, walau nggak ada tenaganya sama sekali, gua cukup kerepotan. Akhirnya gue pegang dua tangannya dan gue tekan ke kasur. Sekarang tangan gue juga nggak bebas karena harus megangin tangannya dia. Padahal gua butuh maksa kakinya yang menutup rapat untuk membuka.

Dia mati-matian merapatkan kakinya. Kalau gua coba maksa buka pakai kaki gue, dia manfaatin celah itu buat nendang-nendang perut gue pakai lutut. And Its fucking hurt dude! Akhirnya gue teken lagi pakai kaki gue.

Gue cari akal, gue cengkeram dua tangannya pakai satu tangan aja terus gue teken ke samping badannya. Gua angkat badan gue sehingga tangan gue yang cuma satu bisa lebih kuat nekennya. Dia melihat gue cuma pegang tangannya pakai satu tangan mencoba fokus untuk ngelepasin diri. Tangan gue yang satunya bergerak bebas. Cerobohnya karena dia fokus ke tangan, kakinya jadi megendur. Kesempatan ini nggak gue sia-siain, dengan tangan gue satunya gue paksa angkat kakinya dan buka lebar-lebar selangkangannya. Dan pertahanan pun terbuka lebar...

Gue giring kontol gua ke sana, dia memekik dan langsung balik sekuat tenaga menutup rapat kakinya. Tapi sudah terlambat, posisi gue sekarang menguntungkan, gue dalam gerakan sekejap berhasil memaksa kedua kakinya melingkari pinggul gua. Dan kepala kontol gue sudah berada di dalam vaginanya.

Sekarang tangan gue balik mengamankan tangannya dia. Gua tekan ke kasur di samping kepalanya dia. Sudah tidak ada harapan lagi.

“Sudah siap?” Gue menyeringai

Gue masukkin pelan-pelan barang gua ke kemaluannya. Pelan...pelan....gue nggak mau kehilangan momentum ini barang sedetik pun. Dia mengerang kesakitan...”rrrrghhh”

Tapi waktu gw dorong ternyata cuma bisa masuk separo, gue keluarin adek gua pelan-pelan juga, terus gua ulangin sampai tujuh kali. Gue rasain dinding vaginanya berdenyut-denyut hangat mijitin punya gue. “Oooohh”

Akhirnya gua ambil ancang-ancang dan kali ini gua hujamkan dengan keras. “Uggggh!”. Dia menjerit kencang. Penis gue masuk lebih dalam. Gua hujamkan lagi sampai tiga kali, sampai masuk sempurna, dan gue ngerasa ada cairan mengalir di kontol gue.

Darah. Selaput daranya robek. Gue ketawa terkekeh-kekeh.

“Oh, jadi anda masih perawan? Maafkan saya, seharusnya saya lebih sabar mengajari anda.”

Dia mencoba melawan tekanan tangan gue. Tapi waktu gue mulai lagi genjotannya, dia menyerah.

“Uuuff...uuuff...aahhh, anda sungguh nikmat nona”

“Anda sungguh-sungguh...oooohhhh...nikmat.”

Sekarang dia berkeras memendam rasa sakitnya, kayaknya dia sadar kalau erangan sakitnya justru membuat gua makin senang. Dia memejamkan mata dan mengunci rapat mulutnya, walaupun sesekali terdengar rintihan saat gue penetrasinya kelewat kenceng.

Melihat usahanya itu gua cari akal. Gue harus bisa membuatnya benar-benar memahami makna dari apa itu diperkosa. Gue angkat dada gue, gue angkat tubuhnya. Sekarang kita dalam posisi duduk. Tangannya yang bebas kembali melakukan perlawanan. Gue rangkul terus gue dekep pakai satu tangan sampai dada kami nempel satu sama lain sehingga tangannya nggak bisa nyentuh wajah gue.

Terus tangan gue yang satunya mengangkat pantatnya dia, jadi gue punya ruang untuk melanjutkan pekerjaan. Gue mulai lagi, dan beneran dengan posisi begini penetrasi gue makin dalem. Dia nggak bisa nahan rasa sakitnya, teriakan kerasnya mengiringi setiap hentakan pinggul gue.
Dia betul-betul kesakitan sekarang.

Tangannya terus meronta, mukul-mukul kepala dan tengkuk gue, jambak rambut gue. Semua bisa gue tahan. Maksud gue...oh c’mon sesakit apa sih dipukul cewek 21 tahun? Apalagi kalau syaraf sakit loe sedang mati karena diserang arus kenikmatan yang sedang menerjang.

Lama-lama gua rasakan pukulan dan jambakan itu frekuensinya berkurang. Suaranya pun semakin melemah. Kira-kira setelah lima menit gue entot, suara teriakannya berhenti, hening, dan kedua lengannya justru erat memeluk gue...
Pundak gue basah, hangat, ternyata sekarang dia nangis di pundak gue. Bener-bener nangis, banjir air mata. Sekarang dia beneran pasrah, tinggal berharap semua mimpi buruk ini segera berakhir.

Gue jadi tambah girang...haha, mana keberanian loe tadi you bitch!
Misi utama gue sudah sukses, she’s already destroyed. Sekarang yang harus gue lakukan tinggal membereskan kekacauan dan mengambil komisi buat pribadi, hehe. Gue rebahin lagi tubuhnya, sekarang gue beneran nggak dapet perlawanan sedikitpun. Gue jadi bisa bebas gerayangin tubuh moleknya, mulut gue bebas cium and jilat-jilat wajahnya yang cantik. Gue lumat juga payudaranya yang kenyal.

“Aaaahh...ummm....nccp” Ibaratnya sekarang kelar menang perang, gue jarah semua asetnya sampai nggak ada lagi yang tersisa. Di samping itu tentu saja, adek gua masih tetap menjalankan tugas utamanya.

Dia masih terus nangis. Badannya lengket karena keringat. Kemudian mulutnya membuka, gua tangkep itu isyarat dia mau klimaks, gue percepat pompaan gue. Dan betul saja nggak lama kemudian, badannya mengejang.

"Aaaaaaakkkkkhhhhhhh......oooo hhh......"

Orgasme keduanya malam ini.

Gue pelanin lagi irama entotan gue, kayaknya gua juga udah nggak bisa nahan lebih lama lagi. Gue berbisik ke dia.

“Nona, anda tidak mengecewakan saya. Saya minta maaf tidak tahu sebelumnya kalau anda perawan. Kalau tahu saya pasti akan tidak sekeras ini. Untuk itu saya akan memberi hadiah sebagai permohonan maaf.”

Dia tidak menjawab, sudah setengah tidak sadar.

“Saya beri sperma saya untuk anda kandung.”

Gue klimaks, gue benamkan kontol gue ke dalam lubang vaginanya. Gue mengerang “Aaaaarrrrrrrghhhh!!!” Crooottt....crotttt...crottttt ttttttt

Limpahan kenikmatan membanjiri gue dalam sekejap. Gue merasa tenggelam sampai ke dasar laut. Gue merasakan ekstase yang nggak pernah gue rasain waktu ML-ML sebelumnya. Gue rasa ini 10 kali lipat lebih nikmat.

Ternyata bener dugaan gue, kepuasan yang gue dapet dari perkosaan berlipat-lipat dari seks biasa. Karena alasan gue yang kuat untuk menghukum, karena erangan penolakannya yang membuat gue lebih terangsang, ketidakberdayaan mereka....”Oooooohh”...Gue terkapar di kasur. Terkapar dalam kenikmatan.

Satu menit kemudian, gue sadar. Gue inget ada dua cewek lain yang masih terikat di kursi. Mereka berdua tertidur, kecapaian, kehilangan energi setelah menjerit-jerit berjam-jam. Gue lihat di samping gue Ayushita sudah tak sadar. Di vaginanya tampak luberan air mani gue. Gue belai rambutnya, gue peluk dia, badan kami bertemu, basah, lengket. Akhirnya gue kasih ciuman di bibir, ciuman mesra.

“For my first victim. I will always remember you, forever....”
Gue jalan ke dapur, ambil air es di kulkas, gue minum tiga teguk. Gue ke wastafel cuci muka, gue pandangin muka gue di cermin. “Hai tukang perkosa!” gumam gue ke bayangan gue sendiri.

“Yes I am. But I have the reason right? I only choose the right victim.” Gue menyeringai, setuju dengan pembenaran gua sendiri.

“...”

“Tadi itu....tadi itu...luar biasa” pikir gua....

Gue tercenung beberapa saat...

Lantas gue tersenyum sendiri lagi...

“Tapi itu belum seberapa, sebentar lagi akan gue dapatkan yang tiga kali lebih hebat.” Gue teringat bagaimana sebenarnya gue paling terobsesi sama Bella.

Gue lirik jam dinding. Masih jam sebelas kurang.

“Malam masih panjang.” Gue berjalan kembali ke kamar sambil terkekeh-kekeh.

“Malahan...malam baru saja akan dimulai bagi Nona Laudya Cinthya Bella.”
Gue, tanpa berpikir untuk memakai baju gua lagi, berjalan ke kamar melintasi suatu ruang di sebelah kamar gue itu. Di situ ada panel-panel monitor yang tersambung ke kamera-kamera yang gua pasang di tempat-tempat strategis.

Gue memang sudah merancang supaya nggak ada momen yang luput dari dokumentasi. Gue butuh buat hiburan nanti kalau gue sedang berada di luar negeri.

Gue kembali ke kamar. Chelsea dan Bella masih tertidur, Ayushita tampaknya belum akan sadar untuk waktu yang lama. Gue jalan ke Bella, buka semua ikatannya, dan gue bopong ke ruang tengah.

Di ruang tengah tempat nonton TV itu sudah gue siapin tali yang menggantung ke langit-langit. Gua iket kedua tangannya ke tali itu, sehingga lengannya tergantung ke atas. Tali itu gue tarik sehingga kaki Bella tidak lagi menginjak lantai.

Terasa ada tarikan kuat ke atas, Bella terbangun. Kekecewaan tampak jelas dari raut mukanya yang menyadari bahwa kejadian-kejadian sebelumnya bukan mimpi. Dia bertambah takut ketika tahu hanya dirinya yang berada di ruangan itu bersama gue.

“Halo, nona Bella.”

Dia tidak menjawab.

“Maaf jika saya mengganggu tidur anda.”

Dia buka suara, “Apa salah kami? Kenapa kamu tega melakukan ini? Kenapa kami?”

Gue tersenyum, “Salah kalian?”

Gue melanjutkan “Temanmu tadi dihukum karena ketidaksopanannya. Nona Chelsea berlaku baik jadi tidak saya apa-apakan. Sementara anda...” Gue berjalan mendekat.

“Seorang idola, banyak remaja putri memimpikan menjadi anda, meniru anda. Mereka akan melakukan segalanya untuk bisa seperti anda.”

Dia mendengarkan, ketakutan tampak jelas raut wajahnya.

“Film pertama anda, Virgin, punya pesan yang bagus, tentang pentingnya menjaga keperawanan sebelum menikah. Saya simpati, itu pengaruh baik bagi remaja yang lain.” Gue berjalan memutarinya ke belakang sambil semakin mendekat. Matanya mengikuti gue.

Dari belakang gue dekap dia, “Tapi di dunia nyata, tentang anda yang sebenarnya, apakah anda masih perawan?”

Dia tergagap tidak menjawab.

Satu tangan gue menyelinap cepat ke balik bra meremas susunya, satu tangan lagi menyerang ke balik CD. Gue merasakan bulu-bulu lembut di selangkangan, dia masih menyisakan sedikit jembutnya, rapi, mungkin membuatnya lebih seksi ketika bugil.

“Kalau saya tidak bisa mendengar jawaban anda, mungkin adik saya yang akan mencari jawabannya sendiri.” Gue mengancam.

Dia menggeleng, “Ja-jangan..tidak..sa-saya sudah tidak perawan.”

Dekapannya gue kencengin, gue berkata sinis “Hoh, idola, diikuti banyak remaja putri, tapi tidak bisa menjaga keperawanan? Anda adalah orang yang bertanggung jawab dengan tingkat seks bebas di kalangan remaja.”

“Ba-bagaimana bisa?” Dia bertanya sambil terisak.

“Karena mereka mencontoh anda.”

“Ampunn...maafkan saya...”

“Maaf tidak menghilangkan kesalahan, nona. Hukumanlah yang menghilangkannya.” Gue cium tengkuknya terus geser ke leher, pangkal lengan, sampai ke ketiak. Gue sudah bilang kan kalau gue paling suka ketiaknya cewek. Seksi.

Lantas gue buka bra-nya, gue lempar ke lantai. Gue lumat susunya sebelah kanan sambil gue remes-remes yang sebelah kiri.

“Jangaann..aahhh...ufffg” Di balik penolakannya dia nggak bisa mengelak nikmatnya rangsangan gue. Sekarang gue buka celana dalemnya, tanpa babibu gue sedot selangkangannya. Gue cium, gue jilat, terus gue mainin jari gue di sana. Kelihatan banget onderdilnya ini udah sering dipake. Dasar jablai! Pikir gue. Walaupun gue ngiri juga sama cowoknya yang bisa dapet fasilitas kayak gini.

Pahanya mengerjang. Walau fokus gue lagi ngerjain bagian bawahnya dia, gue paksain sekali-kali lihat ke mukanya yang cakep. Gue suka banget tampangnya waktu menahan nikmat. “Uuuuhh...ooohhh...ampunn...aa aahh”

Nafsu gue udah sampai ubun-ubun dan yang gue pikirin sekarang adalah gue harus entot dia secepatnya. Tapi gue paksain diri gue untuk kembali ke rencana awal. Gue sudah menduga dia bukan perawan lagi. Kalau dia langsung gue perkosa, dia nggak akan merasakan siksaan yang gue harapkan. Nanti jadinya malah kayak ML biasa.

Gue ambil posisi di belakang, dan gue mainin kontol di pantatnya dia. Dia panik, merasakan gejala-gejala sodomi, tubuhnya meronta menolak. Gue dekep lagi tubuhnya pakai dua tangan gue.

“Oh, tampaknya lubang yang belakang masih perawan, nona?”

“Jangaaaaaaann.”

Gue bukan orang yang tertarik sama seks anal, gue cuma pengen nakut-nakutin dia aja. Gue pengen bikin dia merasa tersiksa biar gue makin terangsang, biar makin banyak aliran darah ke kontol gue, biar gue bisa fit untuk atraksi utamanya nanti. Gue coba masukin dikit, bikin dia syok.

Gue lebarin pantatnya, gue masukin pelan. Beneran, dia jerit kenceng banget. Kontol gue makin tegak. Gue tarik-ulur pelan-pelan, dan rasa sakit jelas keliatan dari jeritannya tiap kali gue penetrasi.

Gila, ini aja gue main-main, nggak gue hajar beneran pantatnya. Gimana kalo gue serius ya?

Gue cabut penis dari anus dia. Gue mau buat dia menderita. Melakukan S&M bukan gaya gue, tapi gue butuh dia menderita. Gue mengurungkan niat untuk nyetrum dia pakai power supply arus ringan, soalnya itu cuma bikin dia mati rasa. Yang gue butuhin malah gimana caranya dia bisa lebih sensitif.

Dientot biasa dia udah sering ngerasain, kalo gitu dia nggak akan ngerasain bedanya diperkosa sama ML bareng cowoknya. Gue harus bikin seks malem ini spesial, nggak akan bisa dilupain atau disamain mau dia ML sejuta kali sama sejuta cowok lain.

Gue bukan orang goblok yang bikin rencana nggak sempurna. Gue sudah antisipasi kejadian kayak gini. Gue ambil tas peralatan. Gue ambil satu kotak kulit warna hitam. Di dalamnya ada jarum suntik dan beberapa botol mungil berisi cairan kental. Gue ambil suntikan itu, terus gue masukin cairan itu dalam suntikan. Terus gue balik ke Bella.

“Nona, anda tentu ingin tahu ini apa?”

Dia cuma sesenggukan, tak berdaya.

“Tenang saja, bebas HIV/AIDS, jarum ini steril tidak pernah saya pakai. Hal yang menarik adalah serum di dalamnya.”

“...”

“Nona, saya ingin cerita sedikit. Saya ini katakanlah seorang wiraswasta, saya berkeliling dunia untuk mencari peluang bisnis yang bagus. Dan dari pengalaman itu saya tahu bahwa inovasi yang bagus adalah pintu keuntungan berlimpah.”

“...”

“Teman saya dari California pernah menemukan inovasi yang membuat saya kaya, tentang obat penyembuh kanker tanpa operasi dan dengan terapi yang cepat tanpa efek samping.”

“...”

“Ini inovasi keduanya. Saya berharap ini juga membuat saya kaya. Hanya saja saya belum mendapatkan hasil ujicoba....”

“...”

“Kenapa saya tidak mencobanya pada anda? Tentu itu bisa saya lakukan dan saya akan berterima kasih sekali atas kebaikan anda.”

Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jangan, jangan, saya mohoonn..”
Gue pegang pahanya, tubuhnya berputar-putar mencoba membuyarkan usaha gue menyuntik dia.

Eh, ngomong-ngomong gue mau cerita dulu tentang serum yang mau gue kasih. Sebenarnya gue bohong, ini bukan serum hasil penelitian lab. Ini semacam narkotika, efeknya seperti viagra. Gue dapetin ini dari temen gue orang Afro-Amerika waktu ketemu di California. Dia bilang cowok cuma butuh ini if they want to fuck horse. Efeknya kenceng banget. Dan dia sangat nggak menyarankan ini dipakai cewek, karena jarang cewek bisa terpuaskan kalau lagi ML, padahal serum ini meningkatkan kebutuhan orgasme yang masif. Cewek bisa stres berat, malah bisa gila.

Dengan usaha keras akhirnya gue berhasil menginjeksikan sempurna serum itu dalam aliran darahnya Bella. Gue tertawa mengejek. Habis itu gue rapiin lagi perkakas tadi. Kelar semua gue ambil kursi lipat dan gue duduk di hadapannya. Gue menunggu serumnya bereaksi.

Tiga menit kemudian efeknya mulai kerasa. Keringatnya mulai meleleh di sekujur tubuh. Wajahnya kelihatan gelisah.

Kemudian mulutnya bergerak-gerak tidak tenang. Dia mulai meracau,mendesah. Gue senyum menikmati pemandangan ini. Tidak ada pemandangan lebih indah daripada cewek horny.

Dua menit kemudian efeknya tambah parah, bibirnya yang seksi tak henti-henti mengeluarkan desahan, keringat mengucur makin deras. Kakinya menggeliat-geliat, sementara gue perhatiin bibir vaginanya basah. Dongkrak gue naik sempurna sekarang.

Ternyata efeknya belum beres sampai di situ, satu menit kemudian, dia berada dalam kondisi dying to fuck herself. Dia berusaha keras menggesek-gesekan dua pahanya. Dia tidak bisa melakukan sesuatu untuk mengatasi nafsunya yang menggeliat. Kalian tahu kan kalau gajah horny gimana, stress, sampai-sampai rela begituan sama apa aja. Mirip kondisinya sama Bella sekarang.

Gue puas, tidak ada lagi yang lebih menyiksa ketimbang nggak bisa menyalurkan nafsu yang sudah memenuhi tiap ruang dalam tubuh loe.
Dan gue tahu cara membuatnya lebih tersiksa. Gue tidak akan serta-merta membantu dia menyalurkan hasrat biologisnya itu. Akan gue ulur-ulur sampai batas di mana dia bisa gila.

Prakteknya sekarang nggak segampang gue ngomongnya, soalnya mampus aja loe, dengan pas di depan mata gue ada Laudya Cintya Bella telanjang, tak berdaya, horny setengah mati, gue juga harus mati-matian nahan konak.
Gue berdiri, berjalan ke belakangnya, lagi-lagi gue peluk dia dari belakang.

“Bagaimana rasanya, nona Bella?”

Dia bergidik waktu gue peluk. Fiuh, serem banget, baru dipeluk aja udah segitu terangsangnya, gimana nanti pas gua colok ya?

“Anda sepertinya sudah merasakan efek dari serum itu. Jangan kuatir saya temani anda. Bilang saja ke saya jika ada yang bisa saya bantu untuk mengurangi kegelisahan anda?”

Gue jelajahi tubuhnya pakai tangan gue. Tubuhnya terus bergidik setiap tangan gue bergeser. Gue lihat dia gigit bibirnya, berusaha melawan hasrat.

Gue ambil remote TV, “Atau mungkin anda ingin lihat TV biar bisa lebih rileks sedikit?”

Gue hidupin TV-nya, tentu saja gue sudah nyetel TV itu jadi nggak nayangin channel TV biasa, tapi langsung nyetel bokep. Biar mampus ni anak lihatnya.

Betulan. Bokep membuatnya makin parah. Matanya melotot. Air liurnya sekarang membanjiri rahangnya, menetes di sela-sela bibirnya. Gue nggak percaya pemandangan yang gue lihat sekarang. Gue yakin dia sekarang sudah pengen ngentot sama apapun. Matanya sudah nyembah-nyembah agar apa saja bisa masuk ke dalam vaginanya.

Gue senyum sinis, “Apa nona Bella membutuhkan bantuan adik saya?” Gue ngomong ke dia sambil ngelus-ngelus kontol gue.

Dia menggeleng, memejamkan matanya, lalu menunduk. Ternyata pikirannya masih waras. Gue kembali duduk sambil terus memasang tampang mengejek.

“Baiklah, kalau itu pilihan nona.”

Tiga menit kemudian, barulah emosinya meledak, logikanya sekarang mati dilumat gejolak hasrat. Ia mengerang hebat dan meledakkan tangisnya lagi.
Gue berdiri, gue merasa dia sudah ada di ambang batas. Kalau gue biarin lebih lama lagi dia bisa beneran gila. Gue lepas ikatan tangan yang menggantungnya, dan langsung gua terjang tubuhnya ke lantai (ada karpetnya) seperti gorila. Pertama gua habisi tubuh bagian atas, kecantikan wajahnya, lehernya, perutnya, pusarnya, susunya. Dia melenguh nikmat.

“Uuuhh...oooohh.”

Akhirnya selangkangannya gue buka, gue udah nggak minat lagi main-main dulu pakai mulut atau tangan. Kontol gue udah berada pada suhu amat tinggi, bisa meledak kalau nggak gue cariin tempat berteduh.

Gue masukin penis gue...”Ooooooooohh.” Gue mendesah...Nikmat sekali.

“Laudya Cintya Bella....Anda lezat....Aaaaahhhhh...Surrrga. ..”

Gue mulai genjotannya. Beberapa detik kemudian gue sudah masuk genjotan ke lima belas, tubuh Bella seperti tersengat aliran listrik. Dia menggelepar-gelepar. Seperti ikan keluar dari air. Dia orgasme.

Gue terusin genjotan gue, sekali-kali pelan, sekali-kali kenceng. Genjotan ke empat puluh tujuh, sensasi ledakan dirasakan lagi oleh Bella, mendadak dia jambak rambut gue.

“Aaaaaakkhhhhhh....”

Dia orgasme lagi.

Gue terusin lagi kerjaan gua...

Ngomong-ngomong temen gue yang ngasi serum cerita dia pernah kasih serumnya ke hooker berpengalaman gitu, dan katanya si hooker yang beken banget ini bisa orgasme sampai 30 kali.

Standar itu tentunya nggak sama dengan kondisi Bella, tapi gue udah pasang target gue akan bikin dia klimaks 20 kali. Dia nggak akan lupa 20 orgasme di satu malam. Itulah arti perkosaan bagi cewek yang sudah biasa ngentot.

Gua sudah goyang pinggul banyak kali sampai gua lupa udah berapa hitungan, yang jelas gue berusaha memberikan rangsangan tambahan dengan nggak berhenti-henti kenyot susunya. Oooohhh I want your milk, baby...

"Aaaaaaahhhh.....aaaaaa....aaa aaahh.....aahhhh .... ..ooooohhh"

Tubuhnya menggelinjang lagi. Orgasme ketiga.

Shit...gue belum pernah merasakan seks yang kayak gini. Bella ibarat tambang emas yang nggak habis-habis gue keruk. Gue merasa menjarah semuanya, gue bukan cuma bisa melihat wajah cantiknya tapi bisa gue cium jilat semau gue.

Gue bukan cuma bisa membayangkan tubuhnya yang seksi mulus, tapi sekarang sudah nyata ada tidak terpisah satu sentipun dari tubuh gue.
Keringatnya ikut membanjiri kulit gue, dan ketika keringat itu menguap, bau parfumnya yang mahal memenuhi langit-langit hidung gue. Suara seraknya mendesah, melenguh, menjadi musik pengantar, langsung masuk ke telinga gue tanpa media audio. Dan kontol gue sekarang sudah menumbuk liang kewanitaannya, tanpa penghalang, tanpa ampun.

Surga....ini surga...

Gue bisa mengantarnya sampai orgasme kesepuluh tanpa banyak kesulitan. Setelah itu energinya terkuras habis, gue pun berhenti sesaat, selain karena letih, gue juga menghindari ejakulasi duluan. Gue bersikeras target harus tercapai.

Akhirnya orgasme kesebelas.

Keduabelas

Ketigabelas

Keempatbelas...dia mulai merintih kesakitan.

Kelima belas...gue tahu ini sudah melewati batas kekuatan tubuhnya
Keenam belas..dia sudah mau remuk. Gue jadi kasihan. Gue berpikir untuk menyudahi permainan. Lupain ajalah target 20 orgasme tadi. Lagipula gue juga merasa gila kalau kontol gue dibiarin lebih lama lagi nahan peju yang sudah mendesak keluar dari sarangnya.

“Ammpuun..ampuunn.” Bella merintih kesakitan. Dia tampak sudah tidak kuat lagi diperkosa lebih lama.

Mendengar permohonannya gue semakin yakin kalau lebih baik gue selesaiin, tapi gue butuh adegan penutup yang mantap

“Hah? Nona ingin saya berhenti?”

Dia ngangguk, “Ampuunn..” Suaranya sudah samar-samar hampir nggak kedengaran. Gue kasihan, kayaknya udah mau mati nih cewek.

“Baiklah, tapi nona harus ikuti ucapan saya dulu.” Gue masih ingin terus memaksanya bersuara, I’m dying to hear her sexy voice.

“Bilang: Dodot, kamu memang paling kuat...”

“...”

Gue cengkeram rahangnya paksa dia ngikutin omongan gua. Dia ikutin

“Do-dodot, kamu me-mang paling kuat.”

Ooohh, gue beneran gemes sama suaranya yang serak seksi itu.

Gue lanjutin “Kamu paling hebat.” Gue suruh dia ikutin lagi.

“Ka-kamu hebat...” nadanya makin lirih.

“Aku ingin punya anak dari orang sehebat kamu..” Gue ngelanjutin.

“A-aku....ah..ja-jangaaaann”

Dia mengerang menolak mengulangi ucapan gue. Cengkeraman gue makin kuat di rahangnya. Akhirnya gue bekep mulutnya, dan dengan suara yang gue kecilin, gue ngeledek mengimitasi suaranya. “Dodot, aku ingiiiin sekali punya anak dari orang hebat seperti kamu.”

Dia menggeleng-nggeleng mencoba melawan bekapan tangan gue.

Gue kembali ke suara normal, “Wah, benarkah? Saya merasa tersanjung nona Bella.” Gue mulai menggoyangkan pinggul lagi. Maju-mundur-maju-mundur.

Genjot...

Genjot...

Genjot...

“Aaaah...Anda beruntung. Saya tidak...uuuhh..keberatan menanamkan benih dalam...ooohh... perut indah ini.” Tangan gue satunya meraba-raba perutnya yang ramping dan putih mulus berpeluh. Pinggul gue masih terus maju-mundur-maju-mundur.

Genjot...

Genjot...

Genjot...

“Sekarang...uughhh...pilih saja yang...eeuhh...anda suka, saya beri anda...aaffggg....berjuta-juta sperma...EEEeeeuuKKK!!!”

Bella memekik, “Aaaaaaaakkkhhh...”

Kontol gue rasanya meledak. Gue teken semuanya dalam-dalam ke vaginanya dia. Semburan mani menyemprot dalam dinding vagina.

Crooooott...crooott..crooooott !!

“Oooooooooooohhhhhhhhhhh.....”

Gue terbang, jiwa gue terlempar jauh ke atas meninggalkan raga. Kenikmatan memeluk gue erat, seolah langit mengurung gue sendirian dan menghujani gue dengan sensasi-sensasi yang belum pernah gua rasain sebelumnya. Gue bisa merasakan gimana seluruh sel dalam tubuh gue tidak ada yang luput dari nikmat itu.

Oh Bella, ooohhh...oooohhh.....nikmaaaat .

Gue mengerjang, badan gue seolah nggak mau kehilangan sedikitpun kenikmatan yang datang..

Sensasi perkosaan gue pertama ke Ayushita tadi seolah nggak ada apa-apanya.

Sesudah itu gue sadar kalau kenikmatan itu juga merenggut stamina gue. Gue merasa dibanting lagi ke bawah. Gue lemes, gue jatuhin diri gue ke atasnya dia. Bella pingsan sekarang. Energinya habis total. Mata gue masih melek, tapi gue juga tidak punya cukup tenaga untuk berdiri. Gue merasa pasrah sekarang. Pasrah dalam kenikmatan.

***

Lima menit berselang gue udah bisa duduk, Bella gue letakkin kepalanya tertidur di pangkuan gue.

Gue inget masih ada Chelsea yang terikat di kamar. Gue tadi memang janji nggak akan ngapa-ngapain dia. Belakangan gue memang jadi nggak berminat untuk main-main sama dia. Gue rasa dia masih terlalu muda, masih ada kesempatan untuknya menjaga sikap. Nanti kalau gue lepasin ternyata dia nggak berubah juga, baru gue culik lagi.
Lagipula, di sini gue belum mau berpisah dengan obsesi gue. Gue pandangi wajah Bella.
Ahh, gue nggak boleh jatuh hati sama korban! Gue memalingkan muka
“...”

Tapi....

Gue pandangi wajahnya lagi...

Gue harus akui kalau dia spesial.

Habis itu gue cium bibirnya. Lamaaaaa banget. Sampai gue berpikir nggak akan ngelepasin bibirnya. Ciuman ini beda sama ciuman gue ke Ayushita tadi. Kalau tadi menandakan perayaan kemenangan pertama gue. Sekarang feelingnya lebih kuat. Lewat ciuman itu gua curahin sebenarnya perasaan gue ke dia. Sebelum kita nanti berpisah dan nggak akan ketemu-ketemu lagi.

Kemudian...dengan tidak lagi berlagak menjadi Dodot, gue ngomong pelan di telinganya..

“Korban kedua gue....”

Gue kembali berdiri di depan wastafel, sudah pakai kaus dan celana.

Malam ini gw sudah sangat puas. Gue ketawa-ketawa ngakak ngeliatin adek gua. Gila loe! Satu malam lo udah masuk dua meki-nya artis muda, cantik. And I still can’t explain kenapa memperkosa bisa memompa aliran darah begitu kencang sehingga gw merasa sangat-sangat terpuaskan seperti sedang mereguk narkoba.

Gw pandangin kedua tangan gue. Gue takut ini nggak bisa berhenti. Seperti vampir yang harus terus mencari korban.

Masih ada Chelsea. Gue nggak sampai hati ngapa-ngapain dia. Gue udah bilang kan kalo gue hanya bertindak kalo punya legitimate reason. Jadi sepertinya malam ini cukup sudah. Gue akan kembalikan mereka.

Gue menatap wajah gue lekat-lekat di cermin.

Berantakan banget, tapi raut puas tidak bisa dipudarkan oleh kesemrawutan tampang gue itu.

Gua beranjak dari kamar mandi. Di ruang tengah Bella tepar, telanjang. Gue masih terbayang saat-saat sedang menggarapnya tadi. Ooohhh, mantap.

Tubuh mulusnya itu begitu menggiurkan bagi lelaki manapun untuk menyetubuhinya berkali-kali.

Gue melanjutkan langkah ke kamar. Itu adalah saat yang membuat gue syok setengah mati.

Ayushita masih belum sadar dan terlentang di posisinya semula.

Tapi Chelsea sudah tidak ada. Entahlah, gue nggak percaya bocah seperti dia bisa melepaskan diri dari ikatannya. Somehow dia pasti mengambil sesuatu dari meja kerja waktu gw lepas ikatannya tadi.

Gawat! Di mana dia?

Belum sempat gue mencerna situasi, benturan keras menghunjam tengkuk gue. Gua terjerembab ke lantai. Gue berpikir gue akan mati saat itu. Pandangan mulai kabur. Benturannya sendiri awalnya tidak terasa, namun kelamaan ada nyeri yang amat sangat. Kesadaran gue ada di titik nadir.
Gue berusaha keras untuk tetep sadar, pikiran gue berhasil terjaga namun tubuh gue lumpuh.

Gue bisa merasakan Chelsea berlari dari belakang tubuh gue. Dia sudah menunggu gue masuk kamar, bersembunyi di balik pintu. Dia memukul gue dengan pemukul baseball punya gue waktu kecil yang emang gue simpan di kamar ini.

Gue masih bisa melihat samar wajah ketakutannya memastikan apakah gue masih hidup atau sudah mati. Kemudian dia berlari ke arah Ayushita berusaha membangunkan, namun tidak ada respon. Akhirnya ia berlari ke luar kamar. Gue menduga dia ke ruang tengah dan berusaha menyadarkan Bella.

Gue berusaha keras bangkit. Kepala gue masih berkunang-kunang. Saat itu gue mendengar suara kaca pecah. Shit! Dia pasti mecahin kaca jendela untuk kabur. Ini gawat, gue harus kejar dia sebelum dia mencari pertolongan.
Gue bangun, mengumpulkan kesadaran.

Bergegaslah gue ke ruang tengah. Sepertinya usaha Chelsea menyadarkan Bella tadi tidak berhasil. Gue ke pintu depan dan mendapati kaca jendela yang dipecahkannya tadi.

Gue ambil resiko pergi keluar. Gue berjudi dua cewek yang lain tidak akan sadar sampai gue kembali. Gue yakin bisa tangkap Chelsea dengan cepat karena letak villa gue ini begitu terpencilnya jauh dari tempat lain. Dan gue sudah jauh lebih tahu tempat ini.

Udara dini hari itu dingin. Juga tidak gelap karena bulan purnama sedang bersinar. Gue menyesal tadi nggak pakai jaket dulu. Gue menduga Chelsea akan mengikuti jalan turun mobil berharap ada kendaraan yang melintas. Gue lari. Langkahnya pasti bisa gue kejar. Gue sudah siap untuk kondisi darurat macam begini.

Betul saja, tak lama kemudian gue sudah mendapati bayang-bayangnya di kejauhan. Gue memotong jalan, masuk ke hutan. Gue nggak mau dia ngeliat gue ngejar dia, karena dia pasti akan berteriak-teriak minta tolong. Gue nggak bisa ambil resiko teriakannya didengar orang yang kebetulan ada di sekitar sini.

Gue lari lebih cepat berusaha mempersempit jarak. Sulit, karena jalan gue dihalangi tanaman-tanaman liar.

Entah apa yang dipikirkan cewek ini, dia malah ikut masuk ke hutan ke arah gue. Mungkin saking takutnya dia sampai dia tidak bisa berpikir jernih. Hal ini justru membuat jarak gue dan dia semakin dekat.

Dan akhirnya gue tinggal beberapa meter, gue memperlambat langkah. Gue lihat dia sudah nggak kuat lari lagi. Akhirnya dia berhenti dan berlutut tepat di tepi sungai dangkal yang mengalir dari deket villa gue menuju ke bawah, ke kota terdekat.

Langsung gue sergap. Dia syok. Gue dorong dia berdiri ke pohon.

“Anda mau ke mana, Nona Chelsea. “ Ekspresi gue dingin.

Dia berontak. Kita berdua bergulat keras. Gue bekep mulutnya. Gue jambak rambutnya. Gue seret ke sungai, dan gue dorong kepalanya masuk ke air.

Lagi...lagi....dan lagi....Sampai lima kali. Dia batuk-batuk.

Terus gue rendem telungkup sampai dada.

Oh ya gue belum cerita kalau dia sudah memakai kembali kaus goofey dan celananya sebelum lari dari villa.

“Bagaimana?”

“Uhuk..uhuk...haaak.”

Nafasnya tersengal-sengal, mencari udara. Gue lihat kaus putihnya sudah transparan kena air. Terlihat underwear oranye-nya yang buat gue ngaceng lagi. Man, I can’t believe my dick!

“Anda sudah mengecewakan saya. Tadinya saya pikir anda anak yang manis. Pergi tanpa pamit. Dan Memukul kepala saya??!!!!” Gue tampar pipinya.

“Anda harus dihukum di tempat!”

“Tidaaaakkk!!!” Dia meronta.

Gue bekep lagi mulutnya, dia berusaha membuka bekapan tangan gue itu. Dalam kondisi gini gue nggak bisa ba-bi-bu, gue harus langsung sikat. Hmmm....gue dorong dia hingga terlentang, dan gue kunci pinggangnya dengan selangkangan gue.

Susah membuka kausnya karena tangannya terus melawan. Akhirnya gue cengkeram dari bawah leher dan gue robek kausnya. “Brreeett!!” Kulit mulus itu pun terbuka. Tanpa basa-basi gue pun menarik paksa bra-nya, dan gue lihat payudara kecil, namun kencang dari cewek ini. Air liur gue menetes. Ya ampun, gue masih bisa menikmati ini.

Gue lahap susunya itu dengan rakus. “Sllrrrpp...uuhhh..”. Anjing!” Gue yakin adalah lelaki pertama yang menyentuh gunung kembar yang belum pernah dijelajahi ini. Begitu kencang, mulus, putih, memantulkan cahaya rembulan.

Gemerisik daun-daun kering yang menjadi alas kami terdengar beriringan dengan lenguhan dan rontaannya yang tidak pernah berhenti.

Dia jambak rambut gue, pukul-pukul kepala gue..

“Jangan! Tidak!! Jangan!! Tolong! Tolooong.”

“Ummmhhh...uummmhh..ssllrrrpp. ”

Tangan gue satunya dengan cekatan memreteli busana bawahnya. Gue melakukan ini dengan harsh karena kondisinya nggak memungkinkan gue main soft. Sampai dia tinggal pakai celana dalam saja. Gue selipin jari gue ke dalem.

Gue dalam hati..”makan nih”...gue koyak-koyak permukaan vaginanya dengan jari gue. Selang beberapa saat kemudian gue buka kaos, terus celana sampai gue bugil. Susu and mekinya terus gue garap.

"Aaaaaagggg....aaaaoooohh....o oooohhh...oohh.. ."

Dia makin memberontak. Hal yang bikin gue terangsang. Lenguhan dan isak tangis mengibanya membuat gue makin berselera untuk melahapnya. Gue copot CD-nya, hmmm...

“Nona Chelsea.” Gue menindihnya, mencium dan melumat bibirnya. Apes sekali loe cantik, gue akan preteli loe sampai habis malam ini.

“Anda masih belia,” gue usapkan jari gue yang berlumuran cairan vaginanya ke pipinya.

“Tapi sudah ranum sekali sepertinya untuk dipetik.”

Pandangan kebenciannya menyorot ke mata gue.

Gue paksa selangkangannya membuka dan gue tuntun kontol gue memasuki medan tempur.

“Ah, sempit sekali, Nona.”

Dia tercekat, seolah hatinya mencelos. Mimpi buruk itu benar-benar akan menimpanya.

Perawan? ah bodo amat. Gue balas dendam atas pelakuannya tadi. Untung gue nggak gegar otak.

Penis langsung gue hujamkan sampai nyungsep sempurna. Tanpa ampun gue masuki liang yang belum pernah dimasuki apapun itu.

“Tidak!”

Seluruh tubuhnya bereaksi kesakitan. Teriakannya memekik.

“AAAAAAAAAAAAAUAAHHHHHHHHHH!!! !!”

Sensasi kenikmatan itu datang lagi. Tersetrum jutaan megavolt kenikmatan, tentu saja ini belum klimaks.

“Yess...aaahhh..aaargghh...eer gggh..”..Gue nggak kasih toleransi pada selaput daranya yang robek. Darah yang mengalir dari vaginanya. Gue sudah terlalu bergairah, lagipula gue terbawa suasana di hutan yang liar. Ini pemerkosaan yang brutal!

“uuuhhh...uuuhhh”..gue pompa terus tanpa istirahat...lambat....cepat... .pelan lagi...

Penis gue terasa hangat, dia enggan keluar dari liang vagina perempuan cantik ini.

‘Loe manis banget’, itu pikiran gue saat penis gue sibuk ngentot.

Manis....uuhhhhh...shit! Gue remas-remas buah dadanya. Terus gue angkat lengannya ke membujur ke atas. Ketiaknya mulus. Nafsu gue semakin besar, gue jilatin ketiaknya berlanjut ke leher dan terus naik sampau mulut gue bertemu bibirnya. Lantas gue gigit bibir menggemaskan itu.
“Yess...uuuooohhh..”
Gue perkosa dia dengan brutal di tengah hutan. Nekad memang. Tapi gua yakin tidak ada orang lain di sekitar sini yang mendengar jeritan malangnya.

No comments:

Post a Comment