Kari waktu itu masih berusia 9 tahun ketika istriku meninggal akibat kecelakaan mobil. Dia begitu kehilangan waktu itu, tugaskulah menghiburnya dengan baik. Segala sesuatu yang dilakukan mama Kari sebagai ibu harus saya lakukan, saya menjadi ibu sekaligus bapak bagi Kari. Kesepian selalu melanda diriku, kadang aku berpikir untuk menikah dan mengakhiri kesepian ini, hal ini selalu terpikir ketika aku mau tidur.
Saya sangat sulit sekali untuk tidur, kadang saya habiskan malam mengerjakan pe-kerjaan kantor, yang menaikkan karir saya tetapi saya tetap sendirian. Masturbasi merupakan kegiatan seksual yang nyata bagiku. Aku tak punya waktu untuk kencan, dan lokalisasi bukanlah pilihanku untuk ini karena lebih banyak waktuku bersama Kari. Malam hari setelah dia pergi tidur, aku memutar video X dan masturbasi sendiri. Aku selalu bisa tidur beberapa jam setelah melepaskan hasrat biologis tersebut, dan ini jadi kebiasaan.
Kejadian ini berlangsung kira-kira lebih setahun sejak kematian istriku karena kecelakaan. Waktu itu kira-kira jam 2 dan aku dalam keadaan bugil di kursi menonton adegan video seks di TV. Kesalahan fatalku adalah melakukan masturbasi saat itu Si pirang dalam film sedang mengisap penis si lelaki dan aku bayangkan betapa nikmatnya. Si lelaki membaringkan cewek tersebut dan menindihnya, dengan pelan menjilat selangkangannya sampai ke celah indahnya hingga mengeluarkan cairan. Ah, ingin rasanya aku menikmatinya! Si wanita berguling dan mengarahkan lubangnya ke wajah lelaki, dan lelaki tersebut mulai mengisapnya lagi. Aku merasa hampir mau ejakulasi. Ah.. Ah.. Ah.. Mau muncrat..
Tiba-tiba terdengar...
"Papa! Papa?" Ya Ampun, itu suara anakku 10 thn, Kari! Waktu terasa berjalan lambat, aku terkejut bukan kepalang dan tak sanggup bergerak.
"Papa.. Apa yang Papa lakukan?"
Aku tak kuasa berhenti. Terlambat untuk itu. Burungku meledak dan menumpahkan cairan pada paha dan perutku, muncrat banyak sekali, kemudian menetes ke tanganku, di mana anakku melihat tidak sampai enam kaki jaraknya.
"Papa, apa Papa baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Wajahku bersemu merah saat kejang terakhir melanda dan sperma meleleh di ujung penisku. Aku ambil handuk dan coba menutupi diriku. Rasa malu menyelimuti diri ku atas apa yang terjadi.
"Tak ada apa-apa Kari, kamu takut sesuatu terjadi padaku?" Alasan lemah tetapi aku tak mampu berpikir saat itu. Akhirnya muncul pertanyaan yang kutakuti. Hanya seorang wanita dewasa yang pantas bertanya tentang itu, tapi ini, anak yang tak tahu apa-apa.
"Kenapa Papa telanjang? Apa yang Papa lakukan? Sedang apa mereka di TV?"
Astaga, TV! Lelaki itu menggosok-gosokkan penisnya pada memek si wanita dan siap untuk menyetubuhinya. Aku merebut remote untuk mematikannya tapi aku terlambat ka-rena si lelaki sudah membenamkan burungnya, langsung kumatikan TV. Saya menoleh ke arah anak manisku.
"Papa telanjang karena baru siap mandi dan Papa kira tak ada orang melihat".
"Untuk apa sayang keluar dari kamar?" aku mencoba mengalihkan percakapannya. Aku merasa serba salah, duduk telanjang di kursi dengan handuk dan sisa sperma di perut, dada dan tangan.
"Kari haus mau minum. Sedang apa Papa?"
"Tidak apa-apa, pergilah tidur kembali.."
"Oke, tapi Kari masih haus.."
"Sebentar, Papa ambil air, tapi pergilah tidur."
Dia meninggalkan kamar dan aku merasa lega sedikit. Alangkah malunya! Ejakulasi di depan anak gadisku! Astaga, sekarang pasti akan terjadi trauma pada anakku tentang itu. Pasti akan diceritakannya kepada teman-temannya tentang aku.
"Aku yang telanjang di depan video jorok dan ejakulasi di situ".
Aku selesai membersihkan sisa-sisa sperma dan memakai celana dalam dan jubah mandi. Kuambilkan Kari segelas air dan pergi ke kamarnya, dengan ragu kuketuk pintu dan pasti akan ditanya lagi. Dengan meyakinkan diri aku masuk membawa segelas air dan duduk di bibir ranjangnya.
"Papa, tadi itu Papa ngapain? Apa itu, Pa? Kenapa badan Papa gemetar?"
"Oke, tidak ada apa-apa, itu karena aku rindu sekali Mamamu, juga seperti kamu tapi caranya lain. Kami melakukannya seperti kau lihat pada TV dan Papa me-ngingatnya. Itu namanya bercinta, dan Papa sangat mencintai mamamu dan ber-cinta dengannya. Papa rindu sekali.."
"Oh," katanya.
"Tapi apa yg terjadi pada Papa, cairan apa itu?"
"Itu namanya seorang pria bermain cinta dengan wanita, itu saja. Sebagai bukti seorang lelaki mencintai wanita." Aduh, Aku masih membela diri dan tak tahu mau berkata apa. Aku tak ingin membahas itu lagi.
"Oh," katanya lagi.
"Tapi kenapa Papa berputar seperti itu.. Apakah sakit?"
"Tidak, sayang. Itu hanya bagian dari bercinta. Papa berpura-pura main cinta dengan Mamamu, itu saja, dan kamu sepertinya takut waktu kamu masuk.."
"Maaf, Pa. Kari tak bermaksud begitu. Aku ingin Papa melakukannya secara nyata.."
"Oke. Kamu tidur sekarang. Jangan kawatirkan Papa, Papa baik-baik aja kok.."
"Malam Papa."
Aku bangun pagi esoknya dan membuat sarapan ketika Kari masuk ke dapur. Aku mengira akan ada 20 pertanyaan lagi tapi dia hanya diam saja.
Ketika sedang makan aku bertanya, "Mau Papa antar ke sekolah, atau kau pergi dengan Trisha?"
Trisha tinggal beberapa blok dari rumah dan dia teman Kari. Aku berharap dia pergi dengan Trisha shg aku tidak terlambat.
"Aku pergi dengannya, Pa. Trisha mau cerita rahasia dengan aku.."
"Baiklah, nanti pulangnya biar Papa jemput dan membahas kemana kita habiskan akhir pekan ini!"
"Oke, Papa. Bye."
Kari menyandang tas punggungnya dan langsung pergi dengan Trisha. Kari sedang menunggu di sekolah ketika aku menjemputnya, dan Trisha juga menunggu bersamanya.
"Pa, bolehkah Trisha ikut kita bersama pulang?"
"Tentu! Ayo Trisha, masuk. Papa kamu tidak menjemputmu hari ini?"
"Tidak Pak. Dia suruh saya sendiri pulang karena dia takut terlambat.."
"Baiklah, nanti kami antar."
Mereka mengobrol sampai aku antar Trisha ke rumahnya.
Ketika aku menyetir Kari mulai bertanya," Pa, seringkah Papa pura-pura main cinta?" Oh, Astaga mulai lagi, pikirku.
"Baik sayang, itu semacam hal pribadi, tapi Papa sering lakukan. Kenapa kamu tanya? Apa kamu takut? Papa tak izinkan kamu melihatnya.."
"Tidak Pa. Pertamanya aku takut, kusangka ada sesuatu yang salah sampai Papa bilang itu pura-pura.."
"Baik, itu tak boleh dilakukan di depan umum. Itu sangat pribadi dan alamiah.."
"Apa Papa sungguh menyayangi Kari?"
"Tentu saja sayang! Kok tanya begitu?"
"Ya, Kari cuma berpikir. Karena Papa cinta Mama, dan Papa rindu bercinta dengannya, jadi jika Papa cinta Kari, kenapa Papa tak mau lakukan sama Kari?".
Kerongkonganku rasanya tercekat, kepalaku pusing! Tahukah dia apa yang dikatakannya!? Dia minta aku menyetubuhinya, tapi dia tak tahu tentang seks. Anak gadisku ini sangat mencintaiku dan dia mau melakukannya karena ingin membuatku bahagia.
"Sayangku, itu tak boleh. Itu hanya boleh dilakukan Papa dan Mama." Aku berdalih lagi.
"Tapi kenapa, Pa? Tidak adil! Mama tak ada lagi, dan kami saling mencintai. Papa juga bilang begitu.."
"Papa tahu Kari, tapi itu tidak boleh.."
"Itu karena aku masih kecil, kan? Papa kira aku tak bisa melakukannya. Aku akan lakukan apapun untuk Papa.. Apapun yang Papa minta.."
"Tidak sayang, Kau juga bisa." Mampus, itu bukan jawaban yang kuinginkan.
"Apakah karena aku tak secantik Mama?"
"Tidak, kamu sungguh cantik!" Ini bukan kerjaan.. Aku harus berbohong.
"Lalu, kenapa tidak?"
"Karena menyalahi aturan hukum!"
"Oh," katanya saat aku masuk ke garasi.
Aku tak percaya akan percakapan kami saat itu! Kari keluar dari mobil dan berjalan ke pintu dengan lesu. Benarkah dia mengerti dengan apa yang diucapkannya? Aku tak tahu harus ber-buat apa.
"Pergi sana bersih-bersih dan nanti makan malam kita sama-sama," kataku saat dia dekat pintu.
Dia diam, langsung menutup pintu. Apakah dia masih memikir-kan tentang senggama itu? Hatiku bergalau. Muncul pikiran anehku, bahwa anakku ingin melakukan seks dengan ku, sangat ingin sekali. Sebaliknya aku sangat ragu mempertimbangkannya. Aku telah melihat video dan membaca buku tentang inses, dan onani membayangkan tentang itu.
Tapi kenyataannya itu bertentangan dengan batinku..! Ah, sekurangnya dia bisa memberiku blowjob dan aku bisa mengajarnya tentang seks. Aku menggeleng.. Dia baru 10 tahun, kataku dalam hati. Dia tak tahu apa yang dimintanya. Sementara punyaku yang 9 inci pasti akan menyakitinya, jika kupaksakan menyetubuhinya. Tapi, pasti nikmat merasakan tubuh hangatnya. Aku menggeleng lagi. Hentikanlah pikiran ngawurmu, kata hatiku, aku kembali sadar.
Aku masuk dan langsung ke dapur untuk makan malam. Kari datang membantu tapi tak banyak berkata. Kami makan dalam kesunyian. Dia pergi ke kamarnya setelah mandi, dan aku pergi pula ke kamarku. Aku berbaring dan mulai berpikir. Aku membayangkan ukuran 4'8, 88-lb. Yang telanjang, payudara kecilnya dengan putingnya yang menyembul. Seluruh celah memeknya yang tanpa bulu, dan bentuk lubang kecil pantatnya. Bibirnya yang mungil, dan lidahnya yang runcing saat mengisap burungku. Aku kagum alangkah nikmatnya rasa penisku! Ya Tuhan, apa yang kupikirkan? Aku tegang memikirkannya, membayangkan bagaimana rasanya bercinta dengan seorang gadis kecil. Bukan cuma gadis kecil, tapi malah anak sendiri. Tanpa sadar, aku mengeluarkan penisku dan onani membayangkan tubuh kecilnya mendekap erat tubuhku.
Tiba-tiba kudengar ketukan di pintu.
"Papa?" Astaga! Benar yang kuduga!? Aku kembali memasukkan kontolku ke celanaku.
"Ya, Kari.."
"Papa, apa Papa masih berpura-pura lagi?"
"Ya," kataku sambil memasang celanaku. Ampun! Apa yang kukatakan! Dengan kontol tegang di celana, Aku membuka pintu.
"Mau apa Kari?"
"Aku berpikir, jika melanggar aturan, tapi tak ada yang tahu Pa. Tapi Papa masih berpura-pura lagi."
Saat itu aku mengambil keputusan yang mengubah jalan hidupku. Dengan memandang anak gadisku yang cantik aku menyentuh pipinya yang lembut dan berkata..
"Papa tak akan berpura-pura lagi. Papa sangat mencintaimu, dan akan bermain cinta denganmu lebih dari segalanya. Dan tak seorangpun tahu. Janjilah dan percayalah Papa sayang.., oke?" Dia tersenyum manis.
"Oke, Papa! Apa yang harus kulakukan sekarang?"
Dia begitu berminat sekali tampaknya. Tak ada cerita harus mundur. Penisku begitu keras saat ini. Anak gadisku mau melakukan seks denganku saat ini dan mau melakukan apapun yang kuminta.
"Ada banyak hal yang harus kau tahu dahulu. Kamu harus tanggalkan pakaianmu, dan Papa akan membuka pakaian Papa, Ya?"
"Oke." Dia mulai membuka pakaiannya satu persatu tanpa ragu. Aku pun begitu, dan ketika sampai pada kolorku maka kontolku mencuat keluar. Kucoba memandang Kari. Dia sungguh telanjang dan persis seperti yang aku bayangkan! Dia melihat burungku dan berkata pelan.
"Wow.. Besarnya!" dengan sedikit keheranan di wajahnya.
Tanpa menunggu perintah dariku dia langsung meraihnya dan menggenggam dengan kedua tangannya. Ada 5 inci sisanya dari genggamannya.
"Kok jadi keras, Pa?" Kari bertanya, "Panas lagi.."
"Itu karena Papa sangat menyayangi Kari. Itu namanya kontol Papa.."
"Kontol?" Aku suka dia bilang kontol.
"Ya, sayang. Kontol Papa." Aku menarik tangannya dari kontolku dan duduk di ujung ranjang.
"Ini kontol Papa, dan ini buah pelir namanya, ya?" Dia melihat scrotumku dan bertanya..
"Kok dibilang buah pelir, Pa?
"Coba genggam, sayang," kataku. Dia coba menggenggam dengan tangan mungilnya dan dengan lembut merabanya..
"Oh, begitu!" katanya.
"Sekarang," kataku.
"Yang Papa maksud berpura-pura itu, namanya onani. Itu yang dilakukan seorang lelaki saat berpura-pura bercinta."
Dia mengulangi, "Onani." Ya Tuhan, seksi kedengaran dari mulutnya.
"Sini berbaring dekat Papa, sayang," kataku. Kemudian aku mencoba menyentuh celahnya.
"Ini namanya vagina. Tapi Papa lebih suka menyebutnya Memek. Ini tempat dimana Papa akan memasukkan burung Papa. Seperti pada video." Matanya jadi melebar.
"Pasti tidak muat, Pa.. Punya Papa, uhm.. Sangat besar.."
"Sekarang tentu tidak, itu akan menyakitkanmu. Tapi nanti. Kita dapat melakukan hal lainnya dulu hingga kamu siap," kataku.
"Tapi sungguh Kari ingin melakukannya dengan Papa," dia menimpali.
"Ada banyak cara untuk bercinta, sayang. Papa akan tunjukkan. Dan banyak orang mengatakannya bersenggama dari pada bercinta.."
"Senggama?" Aku suka dia mengatakan itu dari mulut mungilnya.
"Ya, dan kau ingat cairan putih yang keluar waktu itu?"
"Ya.."
"Itu namanya sperma."
"Sperma," Ulangnya.
"Bolehkah aku mengeluarkannya, juga?"
"Tidak sayang, itu lelaki. Sperma keluar dari burung Papa karena Papa mengalami orgasme. Itu sebabnya Papa gemetaran. Kamu bisa juga orgasme, tapi kamu tidak bisa mengeluarkan sperma.."
"Oh," katanya.
"Sekarang mari kutunjukkan yang lain." Aku berlutut ke depannya dan melebarkan pahanya sedikit.
"Coba lihat memekmu? Lihat ketika Papa buka ini kau akan lihat tonjolan kecil?"
"Ya, Pa. Mama mengajariku bagaimana membersihkannya ketika mandi.."
"Bagus, itu namanya klitoris. Itu yang membuatmu puas, atau bikin orgasme. Pernah kamu sentuh?"
"Jika saya mandi. Mama bilang jangan menggosoknya terlalu sering.."
"Itu karena waktu itu kau masih kecil. Kau bukan anak kecil lagi.."
"Ya aku tahu, Pa!" timpalnya.
"Oke, sayang. Papa benar-benar mau sekarang. Artinya burung Papa lagi keras untukmu dan rasanya sakit. Papa butuh kamu yang cantik untuk membuktikannya. Lihat betapa bengkaknya punya Papa? Itu tandanya Papa mau orgasme. Bisa kamu bantu Papa?" tanyaku.
"Ya! Katakan bagaimana caranya Pa!"
"Oke, Papa akan buat kamu enak nanti, tapi Papa butuh menikmatinya sekarang."
Aku berbaring di ranjang dengan penis raksasa yang mengacung tegak ke atas.
"Mari duduk sini Kari.. Dekat sini."
Kutepuk pinggulku. Dia bergerak ke arahku dan aku memintanya meletakkan tangannya pada penisku. Dia meraihnya dan menggenggam penisku tepat di bawah kepalanya. Kelihatannya sangat mesra.
"Kini, kau pegang kuat dan kocok ke atas dan ke bawah. Lihatkan, betapa punya Papa tersurut-surut?" Kutuntun tangannya mengocok penisku sambil kurangkul dia. Cairan pertamaku mulai keluar.
"Sayang, kalau Papa orgasme nanti jangan lepaskan tanganmu dari penis Papa ya. Tetap kau kocok, ya?"
"Oke, Pap. Aku akan buat Papa klimaks," katanya sambil menggoyangku.
Mendengar itu saya jadi terangsang. Penisku malah jadi bertambah besar, dan aku berkata..
" Aku cinta kamu Kari, Ohh yeah enaknya!" ujarku sambil menggoyang pinggulku.
Dia tetap mengocokku sampai permaku muncrat ke perutku. Sem-protan demi semprotan keluar dari penisku. Kuhitung ada sekitar 20 semprotan. Perutku berlepotan sperma dan meleleh ke sprei, tapi dia tidak jijik. Apa yang kulihat sungguh indah! Anak manisku dengan penis di tangannya masih memompa.
"Oh Kari," kataku.
"Papa tak pernah seenak ini! Walau dengan Mamamu." Dia puas ketika tahu bahwa dia menyenangkanku. Aku katakan bahwa dia sudah bisa berhenti dan melepaskan tangannya dari burungku.
"Sekarang apa, Pap?" tanyanya.
Aku ingin mendekapnya sekarang dan mengelus tubuh lugunya, tapi tidak mungkin saat ini, dia masih kecil. Aku coba dengan cara lain.
"Lihat cairan di tanganmu Kari? Mamamu biasanya menjilatnya sebagai bukti cintanya padaku." Padahal, mamanya tak pernah mau aku orgasme di mulutnya, tapi Kari tak tahu itu, dan aku benar-benar ingin memuaskan fantasi seksualku.
"Sungguh?" katanya dan aku mengangguk.
Tanpa ragu dia langsung menjilat sisa sperma di tangannya, menjulurkan lidah mungilnya dan mulai menjilat dan menghisap spermaku dari jarinya. Oh, betapa indahnya! Aku terangsang kembali. Dia sungguh cepat mengerti. Dia mengelus perutku dan dengan manja menjilatnya.
"Papa sungguh sayang sama Kari, kan?!"
"Tentu, sayang," kataku saat dia selesai menjilat sisa spermaku.
"Rasanya enak sekali, Pa! Sungguh licin ya Pa?"
"Ya.. Kamu suka?" tanyaku.
"Ya, Papa! Apa Papa mau di-onanikan lagi?" tanyanya. Sangat mesra sekali kedengarannya suara anakku memintaku onani lagi.
"Nanti saja sayang, Aku ingin membuatmu nikmat sekarang," kataku.
Aku berguling dan kemudian merangkak. Kari masih di ranjang dan kusuruh dia berbaring. Aku berlutut disamping ranjang.
"Kari, Papa ingin buat kamu nikmat dengan menjilat memekmu. Jika kamu nanti tidak suka, tolong bilang sama Papa, ya?
"Oke, Papa."
Aku menariknya lebih dekat ke ujung ranjang hingga pantatnya persis di bibir ranjang dan meletakkan bantal di bawah kepala dan bahunya. Dia sungguh cantik berbaring di sana! Kulit mulusnya dan celah tanpa bulunya kelihatan le-bih indah dari yang pernah kulihat. Aku jongkok, dengan lembut, kucium puting baru tumbuhnya. Kemudian perutnya, vaginanya dan terakhir pahanya.
"Kau menyukainya, sayang?" tanyaku.
"Rasanya enak, Pa. Agak geli."
Aku gunakan jari dan dengan lembut membuka celahnya, kemudian menyentuh kli-torisnya dengan jemariku.
"Bagaimana rasanya?" tanyaku.
"Sangat geli, Pa!
"Baik, sayang, Papa akan buat kamu nikmat seperti Papa."
Aku berbaring dan mencium memek tanpa bulunya sambil tanganku merangkul punggungnya. Aroma gadis bau kencur ini memang sungguh aneh! Aku tahu bahwa aku bisa saja orgasme tanpa menyentuh kontolku jika kuteruskan, tapi tidakk. Aku sedang menikmati memek imut gadisku! Kugunakan lidahku menguakkan bibir vaginanya dan coba menjolok-jolok lubangnya. Aku menjilat dari bawah ke atas dan kemudian konsentrasi pada klitorisnya. Saat ini dia mulai menjepitkan pahanya sedikit dan aku coba menjilat sampai ke gundukannya dan mengisapnya.
Dia mengangkat-angkat pantatnya hingga vaginanya makin rapat ke mulutku dan aku terus menggu-nakan lidahku. Dia merintih dengan suara lirih halus dan aku tahu pasti akan membuat gadis kecil 10 tahunku ini orgasme. Kembali dengan gemas kukulum gundukannya dan berkonsentrasi pada klitorisnya dengan lidahku. Dia semakin meracau nikmat dan bergerak ke kiri dan kanan. Ini seperti singa betina kecil! Kemudian kurasakan tubuhnya mengejang dan bergetar hebat serta meraung nikmat sejadi-jadinya.
"Mmnnggnn Papaa!" Anak gadisku orgasme di mulutku!
Dia terus menghentak-hentak mulutku dan kemudian terkulai lemas. Kulihat wajah indahnya dan matanya yang tertutup dengan nafasnya yang sesak.
"Apa tadi enak, sayang?" Kataku sambil menyapu memeknya dengan lidahku.
"Oh, Papa.. Rasanya enak sekali! Apakah kita akan lakukan lagi?"
"Oh ya, sayang. Lagi dan lagi. Kita habiskan akhir pekan bersama! Jika kau mau, Papa akan tembakkan sperma Papa dalam mulutmu. Kau suka itu sayangku?"
"Ya, Papa, itu membuktikan kamu sangat mencintaiku, sungguh membuatku sangat bahagia."
Siapa yang ingin mengecewakan anak? Aku jadi punya banyak kegiatan akhirnya. Setiap ada kesempatan kami selalu melakukannya, sore, siang dan malam kami se-lalu melakukannya. Kadang aku yang minta dan kadang dia yang datang merayu. Hal ini kami lakukan selama 2 tahun. Sampailah suatu saat ketika dia 12 tahun, terjadi sesuatu yang sangat bersejarah dalam hidupnya. Saat itu kami seperti biasa melakukan seks oral dan akhirnya terbersit di pikiranku untuk merasakan enaknya memek kecil gadisku ini.
"Sayang, Papa akan berikan Kari rasa yang paling nikmat yang belum pernah Kari rasakan, mau nggak?" tanyaku.
"Tentu saja mau Pa, kan Kari sayang sama Papa", katanya.
"Bagaimana kalau kita coba memasukkan milik Papa ke milik kamu?" tanyaku memancingnya.
"Itu pasti terasa enak, dan kita bisa sama-sama orgasme" tambahku lagi.
"Pa, apakah muat punya Kari, sedangkan milik Papa besar sekali?" tanyanya.
"Tapi dulu Papa pernah bilang kalau lama-lama jadi muat, asalkan dirangsang dulu", kataku.
"Tentu Kari mau Pa, tapi pasti enak ya Pa, dan Papa tetap sayang sama Kari, kan?", katanya meyakinkanku.
"Oh, tentu saja. Sini ke kamar Papa. Kita pasti akan merasakan yang paling enak", tambahku lagi dengan senang hati.
Betapa senang rasa hatiku saat itu. Pasti sebentar lagi aku akan menikmati celah kecil nan perawan itu. Selama ini belum pernah aku mendapatkan hal itu. Aku menikah dengan mamanya Kari waktu itu saat dia berumur 22 tahun. Dia sudah tidak perawan lagi, karena diserahkannya pada pacar pertamanya saat berusia 17 tahun. Kini adalah saat-saat yang kutunggu-tunggu dalam hidupku. Akh, tidak sabar rasanya aku membayangkan kejadian yang sebentar lagi itu. Tiba-tiba kudengar.
"Pa, ini Kari sudah siap. Kok, Papa masih melamun?", katanya.
"Wow. Oh, ya, Kari. Papa, membayangkan alangkah nikmatnya nanti punya Kari kalau Papa masuki. Oh, rasanya tak tahan Papa, Kari. Cepat Papa mau sekarang." kataku.
Segera kutanggalkan seluruh pakaianku sampai bugil dan aku melihat dia sudah ber-baring di ranjangku dengan seksinya. Betapa terangsangnya aku melihat bentuk vaginanya yang sudah berkembang sedikit karena selalu kuhisap dan kuemut-emut. Pa-yudaranya pun sudah agak berisi, karena selalu kupelintir-pelintir setiap hari. Aku sungguh geram, tak terkira nafsunya aku untuk menyetubuhinya saat itu.
"Oh, Kari, sayangku. Papa, bahagia sekali hari ini. Pasti akan menjadi hari yang indah bagi kita." rayuku lagi sambil merangkak ke atasnya.
Batang rudalku pun sudah tegang keras seperti pentungan yang terayun besar di ba-wahku. Aku memandang gadisku ini dengan penuh perasaan dan nafsu yang membara. Sebentar lagi dia akan merasakan aku memasuki tubuhnya lewat perwakilan batang ke-sayanganku itu. Aku mulai mencium bibirnya dengan lembut, seperti biasa kulakukan. Kemudian setelah puas bermain lidah dengannya. Dia pun sudah kuajari bersilat lidah di mulut tersebut. Aku teruskan ke leher mungilnya yang indah. Oh, alangkah nikmatnya.
Sambil kurendahkan tubuhku sehingga ujung pentunganku menyentuh lututnya, karena tubuhku lebih panjang dari tubuhnya. Aku rebahkan dadaku ke perutnya dan terasa hangatnya tubuh kecilnya itu. Dia merintih kesedapan, seperti yang biasa dia lakukan. Tanpa sadar aku merasa tangannya sudah bergerak mencari-cari rudalku dan menyentuh ujungnya dengan jemari mungil kecilnya. Aku mulai mengeksplorasi payudara gadisku ini. Puting kirinya kukulum dan kugigit-gigit kecil, sedangkan puting kanannya kuremas-remas dengan jemariku. Aku lakukan semesra mungkin dan dengan sangat bernafsu serta dibarengi dengan suara nafasku yang cepat.
"Ah.. Ah.. Papa, enak.. Pa. Papa hari ini kok sangat semangat sekali?", katanya seperti berbisik.
"Tentu, sayangku. Hari ini Papa merasa seperti pengantin baru, sayang. Papa akan berikan kamu rasa paling nikmat." Kataku lagi sambil berbisik mesra.
"Dulu waktu Papa melakukannya pertama kali dengan mamamu, dia sudah tidak perawan lagi", kataku padanya.
"Pa, perawan itu seperti apa?" tanyanya sembari merintih. Rupanya dia belum tahu, dan aku pun belum pernah memberitahunya.
"Oo, perawan itu adalah seorang gadis yang seperti kamu yang belum pernah dimasuki oleh milik seorang lelaki. Artinya, memek kamu itu belum pernah dimasuki oleh burung laki-laki seperti burung Papa ini." jawabku sambil berbisik.
Aku tunda mencumbunya. Aku memandangnya dengan mata penuh gelora, dari kepala sampai ke bawahnya. Aku terhenti saat memandang gundukan indah vaginanya, celah mungilnya yang merekah merah seperti mawar yang sedang mau mekar. Aku semakin te-rangsang. Aku berguling kesamping dan berjongkok di sampingnya. Kuselipkan tangan kiriku di bawah lehernya dan tangan kananku di bawah kedua lututnya. Aku mengangkatnya dan menggendongnya, sementara itu mulut dan lidahku kukonsentrasikan pada payudaranya yang putingnya sudah tegak terpacak.
Akh, sekali lagi aku semakin gemas dan geram dengan keadaan ini. Nafsu birahi telah menyelimutiku. Uh, betapa nikmatnya saat itu. Kembali dia kurebahkan di ranjang. Aku menjilat dari keningnya dan terus ke bawah sampai ke dadanya. Kuulangi beberapa kali dan akhirnya kumuarakan di gundukan indahnya. Dia merintih kegelian sedangkan aku semakin bersemangat saja. Sekali sekali ujung lidahku kubenamkan ke celah vagina nya yang kecil itu.
"Ss.. Ss.." rintihnya saat ujung lidahku menerobos celahnya.
"Kari, Papa mau bikin memekmu basah ya" kataku sambil terus dengan rakus melumat vaginanya.
Aku tak peduli lagi racauan yang keluar dari mulutnya. Aku teruskan lumatanku pada memeknya sampai dia orgasme.
"Pappaa.. Ohh ohh papapa, aku.. Enak Pa" teriaknya.
Dia merasakan orgasmenya. Aku masih menjilat memeknya yang sudah licin. Kemudian aku angkat wajahku dan dengan senyum manis kubisikkan padanya.
"Papa, sayang kamu Kari. Papa akan merasakan seenak yang kamu rasakan tadi, se-karang kamu sudah siap", kataku sambil berbisik.
Tibalah saat eksekusi indah ini. Aku merangkak ke atasnya, perlahan kuulurkan lidahku ke mulutnya dan mulai mencumbunya. Kuteruskan cumbuanku ke bawah sampai ke dadanya. Kemudian aku berhenti dan aku mengatur posisi agar penisku tepat pada celah memek gadisku ini.
"Papa akan masukkan milik Papa ya, jika sakit nanti bilang!" kataku meyakinkannya.
"Pelan-pelan Pa ya!", jawabnya.
Mulai kuatur dan kugesekkan ujung milikku pada bibir liangnya yang basah. Sangat kecil sekali, sampai aku berpikir apa mungkin masuk, sedangkan milikku yang besar ini seperti pentungan yang sedang pada kondisi keras luar biasa. Matanya merem-melek dan bibirnya dikatupkan rapat sekali menunggu milikku memasuki dirinya. Aku menggesek-gesekkan penisku dan terasa hangat basah.
"Enak rasanya Pa, masukkan lagi Pa", pintanya.
"Oke, kalau pedih tahan dan katakan Papa ya", balasku sambil terus menekan dan mempaskan posisi ujung penis raksasaku pada lubang guanya.
Aku dapat merasakan celahnya yang hangat dan kumulai menekan dengan kuat. Seketika meleset dan kuposisikan lagi dan meleset lagi. Aku rasanya tak sabar. Akhirnya kuminta Kari menuntun kontolku ke miliknya.
"Sayang, pegang punya Papa dan arahkan masuk, ya! Papa tidak tahan lagi", pintaku.
Kari menggenggamnya dan mengarahkannya ke liang surga itu. Perlahan kutekan dan kutekan lagi. Terasa sudah kelopak batangku menyentuh bibir liangnya.
"Oh, sebentar lagi berhasil", kata hatiku sambil berhenti sebentar.
Kuatur posisi tanganku hingga bertumpu pada sikuku. Kemudian dengan hati-hati ku tekan lagi penisku dan sudah masuk satu senti dari kondisi tadi. Aku merebahkan diri dan merasakan dadaku menyatu dengan dada Kari. Aku memeluknya dengan lembut dan membisikkan di telinganya.
"Kari.. Papa akan masukkan semuanya ya, dan sebentar lagi Papa akan memutus ke-perawananmu. Kamu siap ya, akan sedikit sakit. Tapi Papa sudah sangat lama mengidamkannya", bisikku.
"Lakukanlah Pa, dan Papa dapat menikmati punya Kari sepuas-puasnya", katanya.
Aku bahagia sekali dan bertubi-tubi kucium bibirnya, pipinya, lehernya, hidungnya, dan semuanya tak lepas dari ciumanku. Dia betul-betul terangsang dan mengerang sejadi-jadinya.
"Pa.. Uehhenak Pa terus Papa ohhohh", racaunya.
Sementara dia merasakan kenikmatan akibat cumbuanku, maka aku siap-siap untuk menekan lagi dan dengan satu hentakan aku menekan agak keras.
"Akh.. Sakiit Pa", jeritnya.
"Oh, maaf Kari Papa sangat berlebihan", jawabku sambil menenangkannya.
Kulihat sudah 3 cm batangku tenggelam namun aku belum memutuskan perawannya. Aku tenangkan dulu dan kutarik pelan kemudian dorong sedikit begitu berulang-ulang beberapa menit. Gundukan memeknya tampak terangkat-angkat ketika aku menarik penisku dan seperti tenggelam ketika aku menekannya. Aku semakin syur saja melihatnya.
"Enak Pa, teruskan kayak gitu", pintanya.
Aku teruskan sodok tarik tersebut beberapa kali dan aku sudah bersiap untuk menekan lagi. Sementara dia merintih keenakan aku tekan lagi dengan kuat sekali.
"Ow, oo, oo, pedih Pa," jeritnya.
Aku merasa membelah tubuhnya dan penisku terasa terjepit oleh sesuatu yang kuat sekali. Ketika kulihat ke bawah, ternyata darah sudah mengalir pada penisku yang tenggelam separohnya. Artinya aku telah memerawaninya. Aku berhasil memerawani perawan tulen yang mungil dan kecil, idamanku sejak lama. Penisku masih terjepit kuat dalam memek yang kecil ini, terasa kedutan-kedutan otot vaginanya seperti denyut-denyut kecil seiring dengus nafasnya. Dia masih merintih dan airmatanya menetes. Aku menghiburnya.
"Kari, sebentar lagi kamu akan merasakan nikmatnya, sabar dan santai serta tenang saja dulu".
Aku mendiamkan penisku beberapa saat, dan dengan lembut kucium bibirnya serta pipinya berulang-ulang. Aku jilat-jilat lidahnya dan dengan manja tetap kucumbu dia mesra. Setelah dia agak tenang, aku minta tanggapannya.
"Apa, Papa masih boleh meneruskannya, sayang?", tanyaku.
"Lakukanlah Pa, asalkan Papa bahagia, sekarang sakitnya sudah berkurang", jawabnya.
Lampu hijau yang diberikannya itu membuatku semakin bersemangat saja dan kumulai lagi adegan sorong tarik pelan-pelan. Sesenti kutarik sesenti kutekan, sesenti kutarik dua senti kutekan. Dia menggelinjang dan merintih tidak karuan antara enak ber campur pedih. Ketika aku menambah kedalaman penisku dia menjerit dan ketika aku menariknya dia merintih. Beberapa saat aku lakukan itu dan kadang-kadang aku ren-dahkan tubuhku memeluknya, kadang-kadang aku tumpukan pada telapak tanganku.
"Pappaa.. Terus.. Terus.. Enakk..", racaunya.
Ini membuat aku semakin bernafsu sekali. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku harus tuntaskan ini secepatnya. Nafsuku sudah diubun-ubun. Sekali aku tarik kemudian aku hentakkan kuat sekali dan seketika dia terpekik keras, namun aku sudah tak peduli. Aku dorong tarik semauku dan aku dendam pada kenikmatan ini. Sudah kandas dan masuk semua milikku, mungkin aku telah menyodok perutnya dengan 8 inci milikku ini. Aku mendengar jeritan dan rintihan gadisku dengan terus memompa dan memompa lagi.
"Aduhh.. Pa.. Sakit.. Pedih.. Ampun tolong", jeritnya.
Aku tak tahu lagi entah berapa kali dia menjerit dan meronta menahan pedih pada bagian dalam vaginanya. Aku memang selama ini merasa sangat menikmati sekali gesekan penisku dengan vagina yang masih agak kering, hal ini sering kulakukan dahulu dengan mamanya Kari. Kadang-kadang aku diprotes oleh istriku itu, tetapi semakin lama dia juga menikmatinya. Setelah beberapa menit aku tak mendengar lagi rintihannya. Dia diam membisu dan hanya menggeleng kiri kanan.
Mungkin sakitnya sudah hilang atau dia menikmati gerakan-gerakanku. Vaginanya sudah basah dan penisku sudah lancar keluar masuk. Aku terus saja memompanya dengan mengerang nikmat. Pompa dan pompa terus, sambil sesekali kukulum bibirnya dengan rakus. Aku sudah hilang kesadaran dan diliputi dendam kenikmatan. Aku merasakan hampir mencapai klimaks. Penisku terasa mau meledak, dan aku sema-kin cepat menggenjot memek sayangku ini. Genjotan demi genjotan semakin cepat kuhajarkan pada memeknya dan akhirnya..
"Akh.. Akhh.. Akhh cret.. Cret.." tumpah semua spermaku ke dalam milik gadisku ini.
Aku lemas, aku terkapar di atas tubuhnya. Aku telah membuahinya banyak sekali. Kesadaranku pun mulai pulih. Muncul sedikit rasa sesalku atas semua ini. Namun kubuang rasa itu kembali.
"Kari, maafkan Papa. Mungkin Kari tidak merasakan nikmat seperti yang dib-yangkan. Itu karena yang pertama kali. Maafkan Papa ya?" pintaku padanya.
"Ya, Pa. Kari senang melihat Papa puas", jawabnya lirih.
Aku gerakkan penisku sedikit demi sedikit untuk memudahkan mencabutnya, karena kalau langsung dicabut akan menimbulkan sakit pada vaginanya. Aku geser ke kiri dan kemudian ke kanan sambil kutarik dan akhirnya tercabut semuanya.
Kulihat cairan merah bercampur putih meleleh seiring keluarnya penisku dari vaginanya. Terus terang aku merasa puas sekali, aku membuang pikiran akan kehamilan yang akan terjadi pada gadisku ini. Jika memang dia hamil, apa boleh buat. Aku akan mencari solusinya nanti.. Begitulah, hampir setiap hari pada minggu pertama kami melakukan itu. Kari sudah mengerti bagaimana cara menikmatinya. Kami seperti pasangan suami istri yang saling mencintai.
Hal ini terus kami lakukan sampai dengan Kari menikah pada usianya yang ke-19 tahun. Saya sangat bersyukur karena Kari tidak pernah hamil. Mungkin ada kelainan pada anatomi kelaminnya hingga menjadi mandul. Setelah dia menikah, aku menjadi kehilangan dan aku juga sering curi-curi kesempatan untuk bercinta dengannya.
sekian........
No comments:
Post a Comment